Hua Hua You Long Chapter 4 [Novel]

Selamat sore reader tertjintah #tebarcipokan #ditampol mimin Miaw comeback >_< Aaakkhhhh, setelah melalui proses panjang berlika liku nan rumit #preeet novel ini kelar mimin edit... Sudah setahun lebih kayaknya #Orz mimin jadi merasa bersalah sama semuanya #PundungDiPojokan tapi sudahlah, tolong lupakan semua kejadian pahit itu, yang penting tekad mimin sudah kembali untuk menyelesaikan proses melelahkan ini supaya cepat selesai, ahahahahahaha...

Di chapter ini lagi2 kalian akan menyaksikan kebengisan dan kemesuman Jing.. Uuugghhhhh, mimin tuh gimana ya, antara suka ama kesadisan Jing tapi juga gak ikhlas ngeliat Lu Cang disiksa semengerikan itu, ta..tapi.. tapi mimin tetep aja gak bisa berenti baca novel ini berulang kali, mimin ketagihan, kyaaaaaaaaa >/////< #Curhat #HebohSendiri

Oke lah, mimin gak akan mengulur2 waktu kalian lagi ^^v silahkan langsung aja dinikmati ;)


As usual, all under the cut yey ;)


Chapter 4- Bunga Yang Berserakan Membingungkan Mata

Walaupun terletak di bagian Utara, musim panas di Tong’an, mengejutkan, malah sering turun hujan.

Lu Cang duduk di depan bangku rumah dengan empat sudut halaman, melihat rintik hujan dari atap. Suasana hatinya benar-benar sedang buruk hari ini. Bayangkan, ia sudah tinggal di Tong’an lebih dari dua bulan. Tidak pernah Lu Cang berpikir kalau dia akan tinggal selama in di Tong’an, jadi tentu saja dia tidak mempersiapkan uang begitu banyak.

Seperti sekarang, dia sampai mengirim surat ke Hangzhou untuk dibawakan uang. Sementara dia harus hidup berhemat sebelum uangnya datang.

Karena inilah, Lu Cang pindah ke sebuah rumah dekat jembatan Yue Long. Namun, walaupun dia menabung uang untuk keperluan tinggal...

Tinggal disini...

Terlalu banyak kenangan menakutkan yang menghantuinya. Kejadian di ranjang itu, sudah tidak perlu dijelaskan lagi; tapi kenapa, bahkan ketika Lu Cang jalan-jalan disepanjang ruangan, atau menatap bunga-bunga, pepohonan, rerumputan di halaman, dan duduk di ruang makan, bayangan kotor dan hina itu terpatri di kepalanya?

Semua ini... adalah salah dari monster gila, aneh, dan tidak waras itu! Lu Cang kemudian ingat bagaimana terakhir kali, ketika mereka berdua duduk makan berdua, Jing tiba-tiba tidak bisa menahan nafsunya dan menindih Lu Cang diatas meja. Membuat muka Lu Cang, sekali lagi, berubah menjadi merah...

Satu-satunya tempat yang belum tersentuh, adalah ruang belajar...

Lu Cang terkekeh pahit, menertawakan fakta bahwa malam demi malam, dia harus tidur di lantai padahal ada ranjang di rumah ini (ranjangnya membuat Lu Cang insomnia). Juga, Lu Cang lebih sering makan diluar daripada memasak di dapur (walaupun uangnya sudah menipis). Memikirkannya, makin membuat suasana hati Lu Cang memburuk.

Bosannya...

Seolah surga mendengarkan teriakan hati Lu Cang, suara “tok-tok” tanda orang mengetuk pintu tiba-tiba memecah keheningan.

Lu Cang berdiri, keheranan. Jing tidak pernah mengetuk ketika mengunjunginya...

Kalau begitu, siapa?

Lu Cang dengan hati-hati membuka pintu, dan melihat seseorang berdiri didepan, semua kemuraman Lu Cang berubah menjadi senyuman.

 “Adik Ketiga!”

Dia buru-buru memeluk erat tamu itu. Kegembiraan melihat salah satu adiknya dari Gunung, membuat Lu Cang lupa kalau tamunya masih memakai mantel hujan dari jerami[1] yang sudah basah kuyup. Membuat jubah Lu Cang ikut menjadi basah ketika dia melepaskan pelukannya.

Tetapi Lu Cang tidak begitu memikirkannya. Dia melepaskan saudara angkatnya[2] dan membantu membawa kudanya masuk ke halaman.

 “Adik ketiga, bagaimana bisa kau yang datang? Harusnya suruh Xiao Sang saja yang kemari.” Xiao Sang adalah pelayan pribadi Lu Cang. Tapi Lu Cang yang punya harga diri tinggi, tidak membawa Xiao Sang ke Tong’an karena takut hubungan anehnya dengan Jing ketahuan olehnya.

Orang yang adalah atasan ketiga kelompok bandit gunung Lu Cang, bernama Cao Xin, walau dia sebenarnya berumur tiga tahun lebih tua dari Lu Cang. Dia selalu jujur dalam memimpin, selalu setia, dan yang paling dekat dengan Lu Cang dibanding lainnya.

Melihat keceriaan Lu Cang ketika melihatnya, Cao Xin tidak bisa menahan senyum tulusnya. “Kakak belum kembali ke markas selama beberapa bulan. Kau membuat kami sangat khawatir, Kak. Jadi Kakak Kedua menyuruhku untuk melihat Kakak di Ibu Kota dan membantu sebisaku...”

 “Hehehe...” Setelah mengurusi kudanya, Cao Xin melepas mantel hujannya, duduk di ruang belajar, dan terkekeh sebelum bicara lagi.  
“Sebenarnya sih, aku juga penasaran dengan keagungan dan kemegahan ibu kota, jadi aku ingin sekalian bersenang-senang.”

 “Hehehe...” dia terkekeh lagi beberapa kali, tapi Cao Xin kemudian sadar kalau Lu Cang, tetap diam seribu bahasa. Berpikir kalau Lu Cang tidak senang atas rencananya tinggal lebih lama, senyum Cao Xin seketika luntur. “Kakak, kalau memang rencanaku untuk tinggal lebih lama mengganggumu...”

 “Tentu saja tidak... apa yang kau bicarakan...?” Lu Cang buru-buru menyunggingkan senyum, sebelum melanjutkan, “Aku cuma rindu pada rumah, jadinya sedikit melankolis...” Lu Cang sedikit menundukkan kepalanya, membayangkan saat-saat kejayaannya memimpin Gunung Lu Cang. Kemudian, dia berbalik memikirkan tentang kesialannya di Ibu Kota. Seketika, perasaan tidak enak memenuhi rongga perutnya.

Melihat Lu Cang berbicara dengan tulus, beban di hati Cao Xin jadi berkurang berkali-kali lipat. Dia awalnya berpikir bahwa sang Kakak bersenang-senang di sini sampai dia tidak rindu rumah sama sekali. Tapi, sekarang tampak seolah urusanlah yang memaksanya untuk terus tinggal disini; toh Lu Cang cepat-cepat ingin kembali ke markas mereka.

 “Adik ketiga, kau belum makan, kan?” Lu Cang berdiri dan bertanya, segera setelah atmoster berubah menjadi agak emosional.

 “Ah, tidak perlu, Kak... Aku membawa bekal[3]...” Cao Xin juga buru-buru berdiri, takut untuk merepotkan Kakaknya.

 “Bagaimana mungkin aku membiarkanmu memakan makanan seperti itu? Ayolah, aku yang traktir. Mari kita pergi ke kedai di Ibu Kota untuk minum-minum!” Ketika Lu Cang menyadari kalau selama dua bulan ini dia belum pernah sekalipun berjalan-jalan mengitari kota, dia segera memutuskan kalau ini adalah waktu yang tepat untuk melepas semua stres dan hal yang membuatnya depresi. Dan karenanya, semangat Lu Cang langsung membara.

Melihatnya, Cao Xin tidak bisa menahan senyum. Senyumannya kemudian berubah menjadi segan-segan, yang tampak begitu jelas pada bentuk mukanya yang bulat.

Menyadari ekspresi aneh Cao Xin, Lu Cang lalu bertanya, “Ada apa, Adik Ketiga? Ada tempat lain yang ingin kau kunjungi?”

 “Hehehe...” dia mengeluarkan kekehan khasnya, sebelum kemudian berbicara, “Sudah lama aku dengar soal gadis-gadis cantik di Rumah Tonghua kota ini. Sekarang, setelah sampai di ibu kota... hehehe... jadi mau cuci mata, Kak.”

Ah, jadi dia ingin mengunjungi wanita-wanita ‘penghibur’... Lu Cang mengernyitkan keningnya. Saudara-saudaranya dari Gunung selalu suka dengan perempuan. Mereka bahkan susah-susah menangkap wanita-wanita di kaki gunung yang potensial untuk dijadikan “Putri” untuk Kakak yang mereka kira tidak suka perempuan.

Dan hasilnya... Jreng-jreng[4]! Malah membantunya menangkap Dewa Kesialan[5].

Sebenarnya, bukannya Lu Cang tidak suka wanita; cuma, seleranya saja yang terlalu tinggi. Tapi melihat Adik Ketiganya yang sudah jauh-jauh datang ke Ibu Kota, Lu Cang jadi sulit menolak permintaannya. Jadi, dia hanya menghela nafas dan berkata, “Baiklah kalau begitu. Kita akan makan di Menara Tonghua, setelah itu, baru kita pergi ke Rumah Tonghua!”

 “Yes! Kakak memang luar biasa!” Cao Xin tertawa seperti anak kecil, bahkan melompat untuk memeluk Lu Cang erat.

Lu Cang tersenyum pasrah. Walaupun sebenarnya Lu Cang sedikit lelah. Selain itu, Jing pernah memaksanya, setelah sesi “bermain di ranjang” usai, untuk setuju pada “tiga peraturan” yang dibuatnya. Salah satunya, adalah tidak boleh berhubungan dengan wanita.

Sisi pemberontak Lu Cang bagai tersulut api, dan ketertarikannya pada rencana ini semakin menjadi.

Persetan dengan biadab itu! Lagipula siapa dia?! Kenapa aku harus mendengarkan dia?!

Lebih baik aku mengambil kesempatan ini, masa iya kesialanku benar-benar parah! Saking parahnya sampai harus bertemu dengan monster sialan padahal aku hanya pergi untuk bermain dengan wanita penghibur!

Aku—benar-benar—tidak—percaya—ini!!!

Dengan maksud untuk menantang Jing yang sudah terlalu berkuasa dan sampai saat ini belum bisa dia kalahkan, Lu Cang memimpin arah menuju Rumah Tonghua dengan semangat.

Omong-omong soal Menara Tonghua, tidak ada satupun orang di ibu kota yang tidak tahu tentang tempat itu.

Sebagai pusat hiburan untuk pemerintah dan orang-orang kerajaan, tempat itu tidak hanya menawarkan jasa rumah makan, gedung opera, rumah pelacuran, sirkus, cabaret, pemandian, dan semacamnya, tapi juga menawarkan stadium untuk lomba sastra, kontes bela diri, dan sebagainya.

Tapi tentu saja, yang paling terkenal dari semuanya adalah Rumah Tonghua, yang dirumorkan memilik tiga ribu wanita cantik penghibur di dalamnya. Dikatakan, bukan hanya Wanita Penghibur Nomor Satu saja yang sangat cantik, bukan juga Dua Belas Bunga Angkasa (wanita penghibur yang kecantikannya serupa dewi khayangan) saja yang cantik, bahkan wanita penghibur kelas bawahnya pun sangat layak untuk dilihat.

Walau Lu Cang sudah menyiapkan mentalnya, setelah makan dengan Cao Xin dan berdiri di depan Rumah Tonghua yang dibangun dengan model kemegahan dan kemewahan istana, Lu Cang tetap merasa terkejut luar biasa.

Rumah Pelacuran macam apa ini? Ini sih, tanah milik bangsawan! Dan sepertinya, rumor kalau pemilik dari Menara Tonghua ini adalah seseorang yang sangat berpengaruh di seluruh kerajaan, yaitu perdana mentri Tongxin, bukanlah isapan jempol belaka.

 “Tuan-tuan, lantai mana yang anda inginkan?” seorang wanita berdiri tegak dan hormat di depan pintu, menyambut dua orang yang berpakaian menarik, Lu Cang dan Cao Xin.

Ketika mereka makan malam beberapa saat yang lalu, Cao Xin sudah memberi tahu Lu Cang kalau dia membawa sepuluh ribu perak Liang[6] untuk Lu Cang. Mereka awalnya berpikir kalau Lu Cang membutuhkan uang untuk suatu masalah penting, tapi siapa sangka Lu Cang hanya membutuhkannya untuk keperluan sehari-hari.

Dengan bundelan uang di sakunya, suara Lu Cang jadi makin berani.

 “Apakah gadis dari tingkat Bunga Angkasa tersedia...?”

Wanita itu memperlihatkan raut wajah tak percaya, “Tuan, kalau anda ingin gadis ditingkat itu, harganya seratus liang per jam...”

Lu Cang menghitung kasar di kepalanya. Jadi, kalau mengambil dua gadis untuk semalam, kira-kira sekitar dua puluh jam. Susah juga ya; tapi menghabiskan dua ribu Liang semalaman untuk wanita, masih masuk akal lah.

 “Pilihkan kami dua gadis yang cantik! Kami berdua akan bersenang-senang semalaman!” Lu Cang, setelah menyelesaikan perhitungannya, segera bertingkah sebagai bangsawan kaya raya, membuat wajah wanita di depan mereka bersinar-sinar.

 “Wah, Xiao Lan, Xiao Ju! Cepat kemari dan bawa dua petinggi[7] ini ke ruang Bunga Angkasa!” wanita itu berteriak kencang. Membuat banyak pandangan iri terarah ke mereka. Merasakan itu, membuat Lu Cang merasa seluruh kesialannya tersapu bersih setelah dua bulan terakhir

Mengikuti Lu Cang dengan ceria menuju halaman luas yang terdekorasi dengan mewah, Cao Xin tidak bisa menahan kegembiraannya, sampai dia tidak mampu menyusun kata-kata, “Ka... ka, kakak, menghabiskan u... uang sebanyak ini, sungguh tidak apa-apa?”

Tidak bisa menahan kekesalannya, Lu Cang langsung berbalik dan menjawabnya. “Sudahlah, diam! Uang segini, apa pentingnya? Tunggu sampai aku kembali ke Hangzhou... hehe, kita akan menggantinya berkali-kali lipat!” Matanya berkilat, seolah dia sudah bisa melihat bangsawan Jiangnan yang menangis dan berlutut takluk dibawah kekuasannya.

Tapi Cao Xin malah diam dan memandang kakaknya, melongo sebentar sebelum dia buru-buru berkata, “Ka, kakak, kenapa sekarang setelah aku datang mengunjungimu ini, kau tampak lebih... lebih cantik dari biasanya...”

Mendengar itu, Lu Cang langsung berhenti mendadak. Membuat Cao Xin buru-buru diam seribu bahasa, hanya berani untuk buru-buru mengikuti Lu Cang dari belakang, walau bulu kuduknya meremang.

Lu Cang tidak menampakkan emosi apa-apa, tapi sebuah tsunami besar bergejolak dihatinya ketika mendengar kata itu. Cantik? Cantik, katanya!

Aku? Pemimpin jalan hitam[8] 
ini?!

Dianggap seperti itu oleh bawahannya sendiri, membuat Lu Cang ingin meneteskan air mata. “Tampan” dan “Bisa Diandalkan” adalah pujian yang cukup umum untuk dilontarkan. Tapi Cantik? “Cantik” selalu digunakan untuk mendeskripsikan seorang wanita... Arg! Benar-benar, ini semua salah orang gila itu! Kenapa... setelah digagahi oleh orang gila itu, dia jadi dibilang “cantik”?!

Lu Cang memutar matanya ke arah Cao Xin, sambil tetap mengikuti dua pelayan cantik yang berhenti di sebuah ruangan yang di dekorasi layaknya surga.

 “Silahkan masuk, tamu-tamu sekalian. Akan ada kakak perempuan kami yang akan melayani didalam.” Setelah memberikan penghormatan, mereka berdua berbalik dan mengundurkan diri.

 “Nona Yue Wei dan Yu Rong telah menunggu kedatangan anda didalam!” Dua perempuan seperti bidadari berjalan dengan anggun dari pintu, dan memberi penghormatan pada Lu Cang dan Cao Xin—sepertinya sudah ada yang memberitahu mereka kalau akan ada dua tamu yang datang.

Keduanya menyingkap jubah mereka, berusaha untuk terlihat pantas dan mengikuti dua gadis dengan kecantikan luar biasa itu ke ruang utama.

Wah! Pelayannya saja sudah secantik ini! Bagaimana dua orang yang kecantikannya sekelas dengan bunga nirwana yang sedang menunggu mereka berdua didalam?

Lu Cang dan Cao Xin duduk di rung tamu, kemudian, dengan hati yang dipenuhi oleh semangat membara, menengok ke arah tangga untuk menunggu kedatangan dua wanita cantik yang sudah mereka pesan.

Pelayan cantik kemudian membawakan mereka teh, yang langsung mereka sesap sebelum kemudian mendengar suara langkah kaki yang berasal dari tangga.

Ditemani sinar dan harum semerbak ruangan, dua orang dengan kecantikan luar biasa turun dari tangga, dengan anting-anting permata terayun dan gaun pita yang seakan terbang. Mereka benar-benar seperti bidadari yang jatuh dari langit tepat didepan dua orang, yang, dalam sedetik, lupa bagaimana cara bernafas dan mulut yang terbuka...

 “Hamba adalah Yue Wei...”

 “Hamba adalah Yu Rong...”

 “Memberi penghormatan kepada dua tuan muda[9]!” Bahkan suaranya saja lembut, seperti burung nirwana—benar-benar punya kekuatan untuk melelehkan jiwa siapapun yang mendengarnya.

 “Bangkitlah! Bangkitlah!” Cao Xin, saking senangnya, sampai lupa untuk menjaga tingkahnya, dia hanya bisa nyengir dengan bodohnya. “Adik-adik cantik, cepatlah duduk disini. Aku Cao Xin, dan ini adalah kakakku Lu Cang...”

 “Adik Ketiga...” alis Lu Cang bertaut sejenak. Siapa yang berbicara dengan wanita penghibur seperti itu—seperti monyet tidak sabaran.

Lu Cang mengulurkan tangannya dengan gagah, mengarah pada gadis yang mengenakan pakaian ungu, kemudian berkata, “Yue Wei, duduk sebelah sini.”

Yue Wei[10] adalah wanita yang benar-benar sepadan dengan namanya. Kulitnya seputih salju, dengan mata yang selembut kapas yang murni, dan ditambah dengan pakaian warna violet yang dikenakan, dia tampak seperti mawar yang lahir dari bulan. Tipe yang benar-benar Lu Cang suka.

Yue Wei tersenyum lembut pada Lu Cang, lalu duduk di sampingnya dengan malu-malu.

 “Yu Rong...” sebelum Cao Xin menyelesaikan perkataannya, Yu Rong sudah terlebih dulu melompat ke pelukannya. “Aiya, tuan-tuan muda ini tampak asing. Apa ini pertama kalinya?” dibanding dengan Yue Wei yang tampak pendiam, Yu Rong terlihat lebih lincah dan ceria.

Cao Xin, terkagum-kagum dengan kata-kata rendah diri namun mesra dari Yu Rong, buru-buru menjawab dengan gemetar, “Aku dan kakakku, kami dari... dari Hangzhou. Ini pertama kalinya kami ke Ibu kota...”

 “Aiya... kok aneh begitu.” Yu Rong mendekat ke arah Cao Xin, kemudian memberi Lu Cang tatapan menggoda. “Anda jelas-jelas lebih tua darinya, kenapa memanggilnya ‘Kakak Besar’?”

 “Ka... karena Kakak... karena Kakak adalah Kakak!” Cao Xin tidak bisa memikirkan jawaban yang lebih pintar dari itu, jadi dia hanya bisa nyengir.

Lu Cang mengernyitkan keningnya lagi. Dia selalu suka gadis yang pendiam dan lembut. Gadis yang bersemangat seperti Yu Rong, bukan tipenya. Takut makin lama Cao Xin makin membocorkan identitas mereka, Lu Cang akhirnya menarik Yue Wei yang tersenyum manis untuk mendekat ke pelukannya. “Yue Wei, Yu Rong, jangan hanya menanyai kami, ceritakan juga tentang diri kalian. Seperti... Yue Wei, berapa umurmu?”

Pipi Yue Wei memerah, dia kemudian menyandarkan kepalanya di pundak Lu Cang. “Saya delapan belas tahun ini. Kak Yu Rong berumur sembilan belas...”

Lu Cang merasakan tubuh lembut Yue Wei tertekan ke tubuhnya, wangi semerbak permata menyinggahi indra penciumannya, membuat mata Lu Cang sedikit berkaca-kaca. Selama beberapa bulan ini, pengalamannya di ranjang adalah buruk dari yang terburuk. Tapi sepertinya, hari ini adalah kesempatannya untuk menghapus segala rasa malu dan penghinaan yang dia dapat.Lu Cang langsung mengarahkan tangannya menuju dada Yue Wei yang sedikit terangkat. Membuat Yue Wei sedikit berjengit, tapi kemudian diam patuh, mempersilahkan Lu Cang melakukan apapun yang ia mau.

Yu Rong, yang melihat semua itu terjadi didepan matanya, buru-buru berkata, “Aiya!! Tuan Muda Lu! Anda terlihat baik dan bisa diandalkan. Tapi kenapa anda mesum sekali?”

Cao Xin tertawa mendengarnya, kemudian menjawab pertanyaan itu untuk Lu Cang, “Kakak sibuk dengan urusannya selama dua bulan ini. Dia mungkin sudah lama tidak menyentuh perempuan, iya kan?” melihat Lu Cang dengan tatapan bertanya, dia menunggu jawaban Kakaknya.

 “I... iya. Aku sudah lama tidak menyentuh ‘perempuan’...”

Sialan! Lu Cang menyumpahi dirinya sendiri begitu menjawab pertanyaan Cao Xin. Dasar bodoh! Baru saja dia mengatakan apa yang tidak seharusnya dia katakan[11]!

Tentu saja, selama dua bulan terakhir ini, aku hanya menyentuh ‘laki-laki’—tapi itu karena terpaksa!

Dia merasa perutnya sakit mendadak. Tangan yang awalnya menyentuh dada Yue Wei, seketika ia lepaskan.

 “Kalau begitu, kami harus benar-benar membuat Adik kecil Yue Wei menunggu dengan manis!” senyum Yu Rong merekah, sementara dia melempar pandang “mati kamu” sekilas pada  Yue Wei, dia kemudian berdiri. “Tuan muda sudah susah-susah kesini, sebaiknya kita tidak menyia-nyiakan sore yang indah di musim semi ini. Saya kira ini sudah saatnya...

Senyum lebar merekah pada raut wajah Cao Xin. Dia akan menghabiskan malam musim semi[12] bersama dengan wanita cantik yang selama ini hanya bisa diimpikannya. Bagaimana mungkin dia tidak gembira?

Lu Cang juga sama tidak sabarnya. Dia berdiri dengan lengan merengkuh Yue Wei, dan melempar senyum ke arah Yu Rong, “Terima kasih atas bantuannya.”

Ketika Lu Cang baru akan bertanya pada Yue Wei yang mana yang akan menjad kamar mereka, pintu seketika terbuka dengan bunyi “bam” yang keras, menyela percakapan mereka.

Pelayan utama berdiri didepan pintu, terlihat sangat panik seolah tidak mengerti apa yang harus dia lakukan. Pelayan itu kemudian berkata dengan tergesa-gesa, “Yue Wei, Yu Rong, beritahu seluruh saudari kalian untuk turun kebawah dan memberi salam pada tamu terhormat kita...”

Yue Wei dan Yu Rong berhenti dengan terkejut, kemudian mereka buru-buru pergi ketika Lu Cang mencengkeram lengan mereka.Berbalik ke arah pelayan didepan pintu, Lu Cang meminta penjelasan, “Apa maksudnya ini? Kami sudah membayar dua gadis ini untuk semalam. Apa maksudnya ‘beri salam pada tamu terhormat’?”

 “Ah... Ah... Saya sungguh minta maaf, tamut-tamu terhormat. Gadis-gadis dari Bunga Angkasa tidak akan melayani siapapun hari ini. Kami meminta anda untuk datang lagi lain waktu. Kami akan memberi pelayanan gratis pada tuan muda sekalian.” Pelayan itu kemudian tersenyum penuh rasa bersalah pada Lu Cang dan Cao Xin.

Alis setajam pedang milik Lu Cang menukik turun. “Pelayanan gratis apa! Pelanggan kalian sudah disini tapi malah kalian usir begitu saja! Alasan macam apa itu? Kalian memandang rendah kami, hah?!” Lu Cang meraih pedang yang dia sampirkan di pinggang, benar-benar bermaksud untuk menggunakan cara kekerasan kalau ada yang tidak setuju dengan ucapannya.

Pelayan itu merengut dan mengibaskan tangannya, mengisyaratkan seluruh pelayan-pelayan lain untuk pergi dari situ, sementara ia menjelaskan pada Lu Cang, “Tamu-tamu sekalian, anda mungkin berasal dari luar kota, bukan? Rumah Tonghua ini dibiayai oleh kerajaan. Ketika ada tamu dari kerajaan, kami harus mengosongkan seluruh rumah... sudah jadi peraturan sejak dahulu!”

 “Peraturan sejak dahulu apa! Aku mau melihat siapa orang yang berani-beraninya merebut wanita dari aku, Lu Cang!” amarah Lu Cang sudah naik dan terkumpul penuh di dadanya. Bagaimana bisa dia kehilangan muka didepan adiknya bahkan ketika mengunjungi rumah pelacuran?

Lu Cang mengeluarkan pedangnya dan memukulkannya ke meja, dengan tatapan ‘Aku tidak akan pergi, lihat apa yang bisa kau lakukan!’

Tepat diwaktu itu, pelayan-pelayan telah memanggil seluruh gadis-gadis dari Bunga Angkasa yang berada diatas. Tamu-tamu dari kamar mereka juga mengikuti mereka tanpa perlawanan, dan pada akhirnya meninggalkan tempat itu. Ada satu orang yang tetap bertahan disana menyuarakan ketidak-setujuannya.

Lu Cang merasa semua ini sedikit aneh—apa semua laki-laki ini pengecut ataukah mereka sudah terbiasa dengan situasi macam ini?Pelayan utama, melihat Lu Cang tetap bersikukuh untuk tinggal, mulai menampakkan ekspresi kesalnya. Dia mengibaskan tangannya, mengisyaratkan para penjaga untuk mengusir Lu Cang keluar. Tapi bagaimana bisa dua atau tiga penjaga mampu mengalahkan Lu Cang? Mereka seketika terlempar kesamping padahal baru saja berkelahi dengan Lu Cang.

Lu Cang duduk dengan kaki bersila. Melihat setiap gadis-gadis penghibur menatapnya, membuat Lu Cang merasa dirinya sendiri seorang pahlawan. Membawa Yue Wei dengan paksa kepelukannya, Lu Cang merasa jiwanya sebagai laki-laki sudah lengkap dimalam ini.

 “Tuan, anda benar-benar tidak bisa mengganggu tamu terhormat kami yang baru datang ini. Mohon cepat pergi. Lebih mudah bagi kita juga...” menyadari kalau Lu Cang punya kemampuan bertarung, pelayan utama tidak punya pilihan lain selain memohon.Lu Cang menggelengkan kepalanya. “Heh... aku tidak percaya! Apa yang membuat dia spesial, apa dia punya tiga kepala dan enam tangan?!”

 “Tuan...” Pelayan utama itu ingin berbicra lebih banyak lagi, tapi sebuah seruan dari belakang menyela perkataannya.

 “Nyonya Liu, apakah semua gadis sudah siap?”

Yang berbicara adalah laki-laki setengah baya yang memakai mantel sutra merah, dengan pengikut yang memakai baju serupa di belakangnya.

Matanya menyapu seluruh ruangan dan menemukan Lu Cang dan Cao Xin yang masih duduk dengan angkuh. Dia segera menautkan alisnya dan berkata pada si pelayan utama, “Ada masalah apa dengan dua orang ini?”

 “Ah, Kakak Wu, tamu-tamu ini bajingan. Mereka tidak mau pergi apapun yang terjadi...”

Laki-laki yang dipanggil Kakak Wu itu mengernyitkan keningnya, kemudian mengibaskan tangannya, menyuruh pengikut dibelakangnya, “Seret mereka keluar!”

Tapi bagaimana mungkin Lu Cang mematuhinya? Pedangnya seketika ia keluarkan dari tempatnya dan dia langsung bertarung dengan para penjaga. Pedang bertemu dengan pedang, dan untuk sesaat, sulit untuk menentukan siapa yang unggul.

Sementara mereka terlibat dalam pertempuran, sebuah perintah keras membahana, datang dari arah pintu, “Berhenti!!”

Laki-laki berbaju putih memasuki ruangan itu, diikuti oleh dua baris laki-laki muda. Penjaga berpakaian seperti komandan, yang tadi berteriak “berhenti”, juga tergesa dibelakang laki-laki berjubah putih itu.

Kapten Wu dan pasukan yang bertarung buru-buru membuang senjatanya dan mundur satu langkah...

 “Beri hormat kepada Tuan Muda Jing—” Seluruh orang di ruangan itu berlutut. Membuat rasa takut menelusup ke tubuh Lu Cang begitu dia mendengar nama itu, dan perlahan, dia menatap orang yang baru memasuki ruangan.

Oh, Ya Tuhan...

Detik ketika tatapannya bertemu dengan sepasang mata yang familiar dan indah itu, Lu Cang langsung merasa kepalanya berdengung. Pedang di tangannya seketika jatuh berdenting ke lantai.

Laki-laki muda dengan aura bangsawan di sekelilingnya itu... siapa lagi kalau bukan sumber segala kesialan yang menimpa Lu Cang selama dua bulan terakhir ini? Jing!

Jing juga telah menemukan Lu Cang. Senyum bak iblis merekah dari sudut bibirnya. “...Apa itu benar-benar kau, Adik[13] Cang?”

Lu Cang merasa bulu kuduknya meremang. Dan dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun...

Cao Xin mendekat ke arahnya. “Kakak, kau mengenalnya?”

 “Ah, bi... bisa dibilang begitu...” Merasakan Jing berjalan ke arahnya, Lu Cang secara tidak sadar mundur, tapi malah membentur kursi yang ada dibelakangnya. Jing mendorongnya sedikit, dan dengan begitu... Lu Cang langsung jatuh terduduk.

 “Ah, jadi tamu ini adalah teman Tuan Muda Jing? Aiya, kenapa tidak bilang dari tadi...” pelayan utama itu kemudian tersenyum sembari mendekat. “Sebenarnya, ketika saya melihat anda tadi, saya sudah menduga anda bukan orang sembarangan. Karena itulah saya memilihkan Yue Wei untuk anda...”

Lu Cang tidak tahu dia harus tertawa atau menangis pada perubahan drastis si pelayan utama, tapi dibawah tatapan menusuk Jing, dia tidak bisa mengutarakan satu katapun.

Cao Xin sepertinya terlahir sebagai idiot kalau untuk membaca situasi, dia selalu dan selalu menambahkan minyak pada api yang sudah membara. “Kakak, bagaimana bisa kau mengenal orang luar biasa seperti ini! Cepat kenalkan padaku, Kak...”

Diam-diam mengutuk kebodohan Cao Xin, Lu Cang menjawabnya terbata, “O-orang ini... aku bertemu dengannya di ibu kota...” Lu Cang kemudian sadar kalau dia sama sekali tidak tahu nama marga Jing. Dia melempar tatapan “selamatkan aku” pada Jing.

Senyum Jing masih sama mempesonanya, “Nama margaku adalah Yuan[14]...”

 “Tuan Muda Yuan, senang berkenalan dengan anda!” Cao Xin buru-buru melipat kepalan tangannya, memberi salam secara formal. Jing mengangguk, kemudian menghadap ke arah pelayan utama, “Apa yang terjadi pada saudaraku ini? Kenapa dia terlibat pertengkaran dengan Kapten Wu dan penjaga lainnya?”

Si Pelayan utama juga berkeringat karena gugup. Dia benar-benar takut karena sudah menyinggung salah satu teman dari Jing. “I-itu semua hanya kesalahpahaman... Tuan Muda Jing datang, jadi kami membersihkan seluruh rumah. Tapi tuan muda ini menolak untuk pergi, jadi dia terlibat pertengkaran dengan Kapten Wu, hamba benar-benar tidak tahu kalau dia adalah teman dari Tuan Muda Jing.”

 “Oh? Jadi adik Cang kesini untuk menemui gadis-gadis penghibur?” Jing tidak terlihat marah, malah tersenyum. Tapi di mata Lu Cang, senyum itu terlihat lebih menakutkan dari sebilah pisau yang diletakkan di lehernya.

 “Ah...ah…” Lu Cang tidak tahu harus menjawab seperti apa jadi ia hanya bisa mengulur waktu dengan diam dan diam.

 “Kakak, disini kan dingin, kenapa kau berkeringat?” Cao Xin lagi-lagi menanyainya dengan pertanyaan bodoh. Lu Cang bahkan sudah tidak punya energi lagi untuk menyumpahinya.

Dia sudah cukup menderita oleh hukuman mengerikan dari Jing yang sudah berkali-kali ia rasakan. Dia, yang sebelumnya tidak pernah takut oleh surga atau neraka, untuk pertama kalinya, merasa takut ketika Jing memaksanya melakukan oral seks.

Jing tertawa ketika mendengar kata-kata yang diucapkan Cao Xin, dia lalu berbalik menghadap pelayan-pelayan di belakangnya.  
“Tuan Muda Cang adalah temanku. Kalian semua, tunggulah diluar!”

Melihat kapten Wu dan seluruh penjaga meninggalkan ruangan, Jing lalu menghadap ke pelayan utama. “Suruh saja dua belas gadis Bunga Angkasa untuk menunggu kami. Kau boleh pergi dan istirahat juga.”

Si pelayan utama kemudian pergi, sedangkan gadis-gadis Bunga Angkasa berbaris melingkar, memberi salam bersama-sama, “Sembah hormat kami untuk Tuan Muda Jing!”

 “Berdiri!” Jing memberi satu kibasan tangan, kemudian menarik Yue Wei dalam rengkuhannya. “Xiao Wei, kau tampak lebih cantik ya?”

 “Ah, Tuan Muda Jing terlalu berlebihan...” kata Yue Wei, selembut air di musim gugur[16] sementara ia bersandar pada lengan Jing.

Jing kemudian berpura-pura untuk menarik Lu Cang secara tidak sengaja untuk duduk disebelahnya dan berkata pada seluruh gadis-gadis Bunga Angkasa, “Duduklah, gadis-gadis cantik!”

Dia, secara acak, menunjuk dua orang gadis. “Kalian berdua, temanilah teman dari Tuan Muda Lu Cang.”

Ditemani oleh dua gadis cantik dan kehangatan yang terpancar serta kata-kata yang lembut, Cao Xin merasa seluruh tulang-tulangnya melunak. Bagaimana dia bisa menyadari kalau Lu Cang, yang dicengkeram erat oleh Jing, menampakkan raut wajah yang tidak biasa?

Lu Cang, melihat Yue Wei tersenyum berseri-seri ketika berada di pelukan Jing, merasa suatu perasaan yang tidak dia tahu apa namanya. Sudah kuduga, dengan wajahnya, dia juga populer di kalangan perempuan...

Jadi, kenapa dia selalu datang untuk menggangguku?!

Lu Cang terkubur dalam ribuan—tidak—puluhan ribu pertanyaan ketika tiba-tiba dia merasa sebuah tangan menyingkap bagian bawah jubahnya dan naik ke pahanya.

Dia mendelik marah ke arah Jing, tapi raut wajah Jing tetap tenang, memeluk Yue Wei sementara mereka berdua menghabiskan waktu dengan bercakap-cakap dan bercanda. Tidak ada yang melihat pergerakan tangan kanan Jing dibawah meja.

Tangan cekatan yang sekarang mengelus sudut pinggangnya, tiba-tiba turun mengarah ke daerah sensitif milik Lu Cang. Lu Cang langsung memerah dan buru-buru berusaha mencengkeram tangan yang bergerilya ditubuhnya.

Tapi Jing tidak mau melepaskannya begitu saja. Berbalik dengan ekspresi tenang dan damai, dia berkata, “Adik Cang, bagaimana bisa semangatmu begitu tinggi hari ini, sampai-sampai ingat untuk mengunjungi Rumah Tonghua?”

Lu Cang sedang berkonsentrasi menahan tangan mesum dengan kekuatan yang tak tertandingi milik Jing. Tapi ditanya seperti itu, mau tidak mau membuatnya lengah dan berpikir, disaat dia sudah akan menjawab, Cao Xin malah menjawabnya duluan. “Itu karena aku mengunjungi Kakak hari ini. Aku ingin dia membawaku kesini untuk cuci mata.”

Mendengarnya, Lu Cang langsung panik. Kalau Jing sampai meluapkan amarahnya pada Cao Xin, dia, Lu Cang benar-benar akan melakukan dosa yang amat besar. “Tidak, tidak. Aku sendiri yang ingin kesini. Tidak ada hubungannya dengan Adik Ketiga...” katanya cepat-cepat. Dia melempar pandangan gelisah ke arah Jing, tapi Jing malah menatapnya balik tepat di manik mata. Jantungnya langsung membeku. Mata Jing sedamai danau yang tenang. Tidak mungkin mengenali emosi yang tersembunyi didalamnya. Tapi justru ekspresi inilah yang paling Lu Cang takuti.

 “Kau dan Adik Ketiga-mu tampaknya lumayan dekat, huh? Kau bahkan mengunjungi rumah pelacuran bersama-sama—benar-benar tau cara menikmati hidup, ya?” nada Jing benar-benar ringan. Tapi Lu Cang merasakan bulu kuduknya meremang tiba-tiba.

Di sisi lain, Cao Xin yang masih tidak menyadari apapun, menjawab. “Benar sekali, benar sekali. Kakak dan Aku adalah yang paling dekat. Dulu, di gunung... ahem, Hangzhou, kami berdua selalu mengunjungi rumah pelacuran di kota bersama-sama.”

Lu Cang benar-benar menyumpahi kebodohan Cao Xin yang tidak bisa membaca Fengshui[17], tapi dia tidak bisa melakukan apapun ketika melihat ekspresi Jing berubah menjadi gelap.

Secara tiba-tiba, Jing menarik tangannya yang dia letakkan di celana Lu Cang, dan menuju ke kakinya. “Sudah lumayan malam. Bagaimana kita bisa menyia-nyiakan malam musim semi yang indah ini? Yu Rong, You Lan, kamu, dan kamu...” Jing memilih empat orang wanita secara acak. “Kalian berempat, temanilah Tuan Muda Cao malam ini...”

Lu Cang jelas-jelas melihat Jing melempar pandangan berarti ke arah Yu Rong, sementara Yu Rong tersenyum dan mengangguk. Lu Cang langsung tahu kalau Jing akan menghukum Cao Xin. Tapi ketika dia membuka mulutnya untuk berbicara, si bodoh Cao Xin disamping mereka sudah girang kesenangan, dan mulai berterimakasih. “Ah, ah... aku hanyalah laki-laki biasa. Tidak mungkin aku sanggup bersama dengan gadis cantik sebanyak ini... Tuan Muda Yuan terlalu baik padaku...”

Jing merasa tidak sabar, tapi masih bisa menahannya, “Bagaimana bisa aku tidak memperlakukan teman dari Adik Cang dengan baik? Yu Rong, cepat bawa Tuan Muda Cao menuju kamar tamu kelas satu dibelakang.”

 “Baik.” Yu Rong membungkuk dengan hormat, kemudian mendekati Cao Xin dan dengan lembut tersenyum. “Tuan Muda Cao, Tuan Muda Jing bermaksud baik. Bagaimana bisa anda menolaknya? Mohon, silahkan ikuti saya untuk bersenang-senang. Jangan menunda Tuan Muda Jing dan Tuan Muda Lu untuk bersenang-senang.

 “Apa...” pipi Lu Cang langsung memerah mendengarnya. Ketika dia sudah akan berdiri, Jing menahannya untuk duduk kembali.

 “Ah, maaf, maaf, saya salah bicara. Maksud saya waktu Tuan Muda Jing, Tuan Muda Lu, dan seluruh saudari saya untuk bersenang-senang.” Yu Rong cepat-cepat mengoreksi perkataannya, walau diam-diam dia heran juga kenapa reaksi Lu Cang terlalu berlebihan.

Cao Xin akhirnya berhasil diseret keluar dari sana, menyisakan Jing, Lu Cang, dan sisa dari gadis-gadis Bunga Angkasa yang berpakaian seperti dewi Yao Chi[18] di ruangan itu.

Lu Cang mendapati dirinya sendiri tidak bisa menahan atmosfer tegang ini. Setelah menunggu beberapa lama dan mengamati kalau Jing sama sekali tidak berniat bicara, akhirnya membuka mulutnya dan berdiri dengan gemetar. “A... aku pulang dulu...”

 “Duduk!!!” teriak Jing penuh ancaman, mendorong Lu Cang untuk tetap duduk di kursi.

 “Cui Juan, bersihkan ruangan Hua Yue. Aku tidur disana malam ini. Dan kalian semua, ikuti dia!” Memilih tiga sampai empat gadis, Jing melihat mereka naik dengan patuh ke lantai atas. Kemudian, dengan kasar dan tiba-tiba, dia mengangkat Lu Cang yang awalnya duduk sambil melongo dan ekspresi campur aduk.

 “Apa yang kau lakukan... Tidak! Tidak!” Lu Cang berteriak. Kakinya diikat dengan ikatan kuat, jadi yang bisa dia lakukan hanyalan memukul-mukul punggung Jing dengan kepalan tangannya.

 “Siapa yang menyangka kalau Tuan Muda Jing suka dengan hal-hal seperti ini...” Yue Wei menutup mulutnya, terkekeh dibelakang mereka berdua sementara dia tidak berhenti menatap Lu Cang penasaran.

Dipermalukan seperti ini oleh Jing di depan gadis cantik yang ia suka, Lu Cang benar-benar marah dan terhina diwaktu yang sama. Matanya, didetik itu, terfokus pada sebilah pisau belati yang tersampir dipinggang Jing. Air mendidih seperti naik ke kepalanya; Lu Cang tidak bisa menahannya lagi. Dengan sebelah tangan, Lu Cang meraih pisau itu.

 “Tuan Muda Jing, hati-hati!” Yue Wei berteriak.

Mendengar teriakannya, Jing dengan cekatan mencengkeram tangan Lu Cang. Tapi serangan Lu Cang secepat cahaya. Walau Jing mampu menghindari tikaman itu dibagian vital tubuhnya, pisau belati itu masih mampu menggores lengannya. Membuat darah segar menetes-netes dari sana.

 “Jangan mendekat!” Lu Cang melangkah mundur. Sementara dia melihat Jing maju dengan penuh ancaman, ketakutan yang sedetik lalu tidak dirasakannya, kini kembali. Dan diwaktu yang singkat itu, dia membalikkan pisau belati ke lehernya sendiri. Keputus-asaan menyesap dalam suaranya ketika dia berkata tertahan, “Jangan mendekat. Kalau kau mendekat, aku akan memotong tenggorokanku!”

Mereka saling menatap satu sama lain, bertarung dengan pandangan seolah ada adu ayam[19] disana. Lu Cang kemudian tersandung kebelakang, ke arah sebuah pintu dan jungkir balik menuju tiang langit-langit.

 “Aku ingin tahu kemana kau bisa kabur.” Jing, dengan lengan kiri yang penuh darah, menghunus pedang panjangnya di meja dan terbang keluar pintu dengan marah.

Kepala Lu Cang kosong, seperti secarik kertas putih. Yang dia tahu, dia melompat dan terbang dengan seluruh qi yang dia punya, walau telinganya tidak berhenti menangkap suara jubah Jing yang memotong angin mengejarnya. Tapi Lu Cang tidak punya pilihan lain, dan dia hanya bisa berlari untuk mempertahankan hidupnya.Tapi apa yang bisa dia lakukan ketika kemampuannya tidak lebih baik dari Jing?

Setelah dua li[20] dalam pengejaran, Lu Cang akhirnya berhasil ditangkap oleh Jing.

Setelah beberapa perlawanan, pisau belati di tangan Lu Cang berhasil dirampas oleh Jing, dengan tubuh yang tertekan ketanah tanpa bisa bergerak.

 “Sejak aku kecil, tidak ada seorangpun yang berani melukaiku. Kau benar-benar punya nyali!” Jing menggertak sambil meremas pipi Lu Cang diantara jari-jarinya, sembari menggertakkan gigi ketika melakukannya.

 “Bunuh aku, bunuh saja aku—jangan siksa aku lagi...” Lu Cang berteriak, tidak mampu menahan penghinaan mental ini lebih lama lagi.

Jing tidak mengacuhkannya. “Mimpi saja sana! Kau menyakitiku, dan kau mau mati begitu saja? Tidak ada yang sesederhana itu di dunia ini!”

Merasakan Jing yang mulai merenggut dan merobek pakaian yang ia kenakan, Lu Cang kembali berteriak tanpa kontrol. “Berhenti!! Berhenti!! Dasar orang gila! Bajingan! Mati sana—mati—bangsat!!!”

Dia menggunakan semua kata-kata kotor dan hina yang dia tahu, tapi dia tetap tidak mampu menghentikan kegilaan Jing. Cuma butuh waktu sebentar sampai Lu Cang telanjang di tanah yang kotor, disaksikan oleh sinar bulan dan kerlip bintang sebelum tubuh Jing berada diatasnya.

Lu Cang melanjutkan sumpah serapahnya. Namun Jing mengunci mati kedua pergelangan tangannya, dan, tanpa pemanasan atau pelumasan, Jing melesakkan miliknya dengan paksa inci demi ichi ke dalam tubuh Lu Cang.

Lu Cang merasa kesakitan sampai dia ingin mati. Awalnya, dia terus melanjutkan segala sumpah serapah dengan suaranya yang bergetar. Tapi lambat laun, dengan Jing yang terus-menerus memasukkan miliknya dengan paksa, tidak ada satu sumpah pun yang bisa Lu Cang suarakan.. Yang ada hanyalah erangan parau dan hembusan nafas pendek yang kasar, dengan keringat yang menetes deras dari keningnya.

Jing membiarkan amarah mengontrolnya, dan sama sekali tidak memperdulikan ekspresi kesakitan Lu Cang. Dia melanjutkan menyodokkan miliknya terus menerus, mengejar puncak kenikmatan yang tampak lebih menggoda dengan emosi se-intensif ini.

Lubang milik Lu Cang benar-benar hancur, darah bercucuran merembes dari paha menuju ke tanah. Tapi Jing tetap tidak mau melepaskannya. Lagi dan lagi dia mempercepat gerakan pinggulnya, bermaksud untuk melesakkan benda miliknya ke bagian terdalam tubuh Lu Cang yang bahkan dia sendiri tidak pernah menyentuhnya.

Selama proses hubungan badan yang menakutkan itu, Lu Cang berkali-kali merasa ingin pingsan oleh rasa sakit yang amat sangat, tapi kemudian terjaga kembali oleh rasa sakit yang sama. Ketika Jing pada akhirnya menanjak menuju klimaks dan menyemprotkan cairan miliknya ke dalam tubuh Lu Cang, Lu Cang sudah tidak mampu berpikir apapun lagi.

 “Lihat saja kalau kau masih berani bermain dengan wanita dibelakangku setelah ini...” Jing melempar kata-kata kasarnya, dan dengan kasar juga, menarik miliknya keluar dari tubuh Lu Cang.Darah berwarna merah gelap segera mengucur deras. Jing mulai menanggalkan jubah luarnya, dan langsung mengangkat Lu Cang—yang awalnya berbaring lemah di tanah seperti seonggok lumpur tak berguna—lalu menggendongnya layaknya putri.

Melihat Jing kembali dengan Lu Cang yang warna mukanya lebih pucat dari mayat, kelompok kecil gadis-gadis penghibur dengan hati-hati memberi jalan.

 “Ikut denganku ke Ruang Hua Yue.” Kata Jing, dengan aura pembunuh yang menguar, raut wajah yang tidak pernah dilihat oleh para gadis ini. Ekspresi semua gadis di ruangan itu berubah menjadi ketakutan, dan hanya bisa mengikuti Jing dengan hati-hati.

Ruangan Hua Yue adalah ruangan yang paling mewah dan mengagumkan di Rumah Tonghua, hanya tersedia ketika Jing atau Tongxin datang. Ruangan yang agung dan mewah ini dihiasi oleh kain satin dan perabotan yang dibuat dari kayu berusia ribuan tahun[21] dari Laut Timur, berubah menjadi penuh begitu Jing dan kedelapan gadis itu masuk.

 “Berdiri di tepi dan tunggu kami.” Jing menunjuk karpet yang mengelilingi ranjang. Para gadis, yang melihat raut wajah tak-mengenakkan dari Jing, hanya bisa berlutut di karpet yang mengelilingi ranjang itu.

Jing tidak peduli pada raut wajah ketakutan mereka. Dia hanya peduli pada Lu Cang yang berada ditangannya, dan melemparnya tepat ditengah ranjang yang luas.

Jubah luar yang Lu Cang kenakan tergelincir dari tubuhnya, menampakkan luka gores, bekas gigitan, bekas ciuman, dan luka lebam yang ada di tubuh bagian dalamnya. Walau ditutupi oleh sehelai kain tembus cahaya berwarna biru muda, dada yang penuh dengan bekas luka yang dalam tetap membuat gadis-gadis, yang menghabiskan bertahun-tahun di dunia seks, menahan nafasnya.

 “Beri aku ikat pinggangmu.” Jing mengulurkan tangannya ke arah gadis yang memakai baju merah muda. Gadis itu buru-buru melepaskan ikat pinggangnya dan memberikannya pada Jing. Dan Jing, dengan tangkas mengikat kedua tangan Lu Cang dibalik punggungnya dan mengakhirinya dengan simpul mati.

Lu Cang perlahan membuka matanya. Pandangannya yang kabur bertemu dengan bayangan gadis-gadis yang berlutut disekitar ranjang. Walau Lu Cang sudah curiga kalau Jing mampu melakukan hal yang dahsyat sekalipun, Lu Cang tetap terkejut ketika mendapati pemandangan didepan matanya.

“Kau... kau akan... di depan mereka...” Lu Cang sudah tidak punya kekuatan untuk bicara, hanya mampu menahan suaranya dikerongkongan. Rambutnya, yang panjang karena ikatannya dilepas, benar-benar berantakan. Surai bagai air terjun, tersebar diseluruh sudut serai satin, membuat wajah pucatnya terlihat begitu erotis.

 “Benar. Aku akan membiarkan mereka melihat betapa malangnya dirimu, dan membuatmu takut untuk menemui wanita penghibur seumur hidupmu.” Jing tersenyum dingin. “Dan juga, aku akan memanggil adik tercintamu untuk melihat permainan indahmu di ranjangku.”

 “Kau... kau berani—kalau kau melakukannya, aku pasti akan... pasti akan menggigit lidahku sendiri[22] sampai mati—” Lu Cang berkata gemetar, dengan air mata yang siap untuk menetes dimatanya, membuktikan bahwa dia bersungguh-sungguh akan melakukan ancamannya jika Jing melakukan apa yang dia katakan.
Jing mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum: dia belum bosan dengan mainannya yang satu ini, jadi, dia tidak punya rencana untuk mengakhirinya begitu saja. Dia hanya menakuti Lu Cang, sama sekali tidak ingin Cao Xin melihat tubuh Lu Cang yang dia anggap miliknya.

Jing membuka kedua kaki Lu Cang dengan paksa, sampai sudut dimana kakinya tidak bisa kembali. Membuat bagian paling rahasia milik Lu Cang terekspos dibawah sinar lampu yang benderang.Seluruh gadis yang berlutut terlalu takut untuk bernafas. Sebelumnya, tidak pernah mereka melihat Jing yang begitu menakutkan seperti ini. Beberapa orang malah terlalu takut bahkan untuk mengangkat kepala mereka.

Jing meraih batang milik Lu Cang, lalu meremasnya tanpa peringatan. Lu Cang seketika melepaskan teriak yang membuat seluruh bulu kuduk gadis-gadis di ruangan itu meremang. Lu Cang hanya mampu merasakan kuku-kuku yang tertancap kuat di bagian paling lembut tubuhnya,  walau indra pendengarannya masih mampu mendengar suara dingin dan angkuh milik Jing ketika dia berkata, “Kau—adalah milikku!!!”

Dari kotak yang Cui Juan pegang di samping ranjang, Jing mengambil dua fen[23] jarum yang lebar, dan menancapkannya di lubang sempit pada batang milik Lu Cang.

Lu Cang seketika melolong, suaranya tajam mengerikan, membuat siapapun yang mendengarnya ingin menutup telinga. Tapi Jing, yang memiliki hati sekeras baja, masih saja menancapkan senjata itu sampai sedalam mungkin. Membuat tubuh Lu Cang memberontak tanpa pertahanan, benar-benar merasakan sakit yang amat sangat.

 “Silahkan menikmati. Aku akan membiarkanmu merasakan konsekuensi karena sudah membuatku marah.” Sementara Jing menekan bagian depan milik Lu Cang, dan sekali lagi, memasuki Lu Cang dari belakang.

Lubang belakang milik Lu Cang, yang sudah berkali-kali digunakan sampai mati rasa, tapi bercampur dengan penderitaan yang mencabik-cabik seluruh kesadarannya, seluruh tubuh Lu Cang bergetar setiap Jing memasukkan miliknya lagi dan lagi. Keringat terus mengucur dan membasahi seprei satin di bawahnya. Dan ditambah rasa malu karena berpasang-pasang mata melihatnya, tidak pernah lagi dalam hidupnya Lu Cang menginginkan kematian sekuat itu.

Gadis-gadis penghibur, walaupun sudah malang melintang di dunia ini, sekarang diam seribu bahasa, sampai ingin pingsan karena mendengar adegan di depan mereka—tidak ada yang berani mengangkat wajahnya untuk melihat ekspresi Lu Cang, yang sudah merasa sangat kesakitan dan pucat seperti hantu.

Empat jam berikutnya, adalah neraka yang seumur hidup tidak akan mampu Lu Cang enyahkan dari ingatannya. Jing menggunakan seluruh mainan seks yang ada di rumah Tonghua dan menyiksa Lu Cang lagi dan lagi. Selama keseluruhan proses, Lu Cang lupa berapa kali dia pingsan. Ranjangnya dan seluruh tubuhnya sudah penuh dengan darah miliknya dan cairan sperma mereka berdua.

Tapi, bahkan malam yang paling gelap sekalipun akan berlalu...

Ketika Lu Cang terjaga di ranjang yang sangat mewah, seluruh gadis-gadis penghibur telah pergi. Jing duduk di sampingnya, menatap wajahnya. Lu Cang tidak bisa menggerakkan tubuhnya barang sesenti; dia hanya bisa menggerakkan otot wajahnya sedikit.Dia, dengan jelas, mendengar pernyataan menakutkan Jing ditelinganya—sebuah pernyataan yang mampu memporak-porandakan seluruh masa depannya.

 “Aku menginginkanmu—kamu harus tinggal di Ibukota, di sampingku, sampai aku bosan denganmu. Kalau tidak, aku akan meratakan Gunung Lu Cang, tidak meninggalkan satu helai rumput pun!”

Sebuah air mata jatuh ke pipi Lu Cang yang tidak berdaya—Masa depannya, tidak diragukan lagi, sudah ditakdirkan untuk hancur di tangan laki-laki ini.

**************************************

Keterangan:

[1] Mantel Hujan dari Jerami- adalah tipe mantel dari jerami, dulunya dipakai sebagai jas hujan. Prinsipnya sama kayak atap jerami.

[2] Saudara angkat-di cina kuno, orang-orang sering ngadain upacara untuk bisa jadi saudara angkat (bisa lebih dari sekali). Saudara angkat nggak ada hubungan darah, tapi di upacaranya, mereka bersumpah pada nirwana (surga) kalo mereka bakal setia dan saling percaya. Seperti yang sering kalian liat di drama-drama kungfu. Kata-kata di upacaranya macam “Walau kita tidak lahir di hari, bulan, dan tahun yang sama, kami berharap akan mati di hari, bulan dan tahun yang sama”. Sesama saudara angkat, saling memperlakukan seperti saudara sendiri. Seperti Lu Cang, yang punya banyak saudara angkat, dia siap mati buat sodaranya dan selalu setia gak peduli apa yang terjadi. Ikatannya lebih kuat dari ikatan darah.

[3] Bekal- arti aslinya sih “butir padi kering”. Di cina kuno, biasanya mereka bawa benda semacam itu, macam butir padi kering, (atau hal lain yang gak bisa kamu tebak) buat di perjalanan.

[4] Jreng jreng- teks cina aslinya (qiang, qiang, qiang), suara cymbal, semacam dua lempengan musik yang dipukul. Di pentas drama cina, biasanya mengisyaratkan ada orang datang.

[5] Dewa kesialan- teks aslinya adalah semacam setan yang membunuh orang-orang dengan menyebarkan wabah penyakit. Tapi bisa juga dibuat untuk mendeskripsikan orang-orang jahat (*uhuk*Jing*uhuk*)

[6] Liang – normalnya dalam perak (kalo super kaya sih, bisa aja dalam emas, yang nilainya jauuuuhhhhh lebih banyak), adalah semacam mata uang yang dipakai di Cina. Perhitungannya berdasarkan berat (1 liang = sekitar 50 gram), jadi 1 perak liang bener-bener beda dengan 1 emas liang. Tapi kalo mereka cuma bilang “liang”, biasanya yang dimaksud adalah perak, dan 100 perak itu udah banyak banget buat orang biasa. Jadi bandit-bandit kayak mereka, pasti super kaya ... XD

[7] Petinggi (官人)- disini, wanita itu manggil mereka官人, yang biasanya ditujukan untuk orang-orang yang bekerja di pemerintahan (biasanya juga dipake buat memanggil hormat suami mereka, tapi dalam kasus ini sih enggak). Pada saat Dinasti Song, 官人 juga dipakai buat manggil laki-laki pada umumnya, tapi karena kata大(besar) dipakai untuk mendeskripsikan官人, jadi mungkin maksud penulisnya adalah ‘petinggi’. Ini bukan karena si wanita nyangka kalo mereka berdua beneran petinggi kerajaan, tapi biasanya petinggi kerajaan kan kaya raya (korupsi...), jadi kalo kalian nyebut seseorang dengan dengan 官人, itu untuk nyenengin mereka aja. Sama aja kalian bilang, “Wah kalian kaya dan berkuasa banget, pasti kalian petinggi kerajaan.”

[8] Jalan Hitam/Jalan Putih- saatnya untuk... jargon dari Jianghu! Di jianghu, ada perbedaan antara jalan hitam dan jalan putih. Orang-orang di jalan putih itu kayak petinggi kerajaan, kayak Shaolin, Wudang, Emei, Kunlun, dsd, dsb, dsb. Mereka bilangnya mau menjaga keseimbangan kekuasaan dan membantu orang-orang yang membutuhkan (tapi kenyataannya ya gak selalu kayak gitu). Kalo orang-orang jalan hitam, biasanya di deskripsikan pendekar yang kejam yang menggunakan kekuatannya tanpa moral untuk hal-hal kejam. Sebenernya, translatornya sendiri kurang setuju kalo Lu Cang bilang kalo dirinya “pemimpin orang-orang di jalan hitam”, habisnya dia kan semacam bandit/geng/pencuri. Itu masih ada di zona abu-abu sih kalo menurut translatornya.

[9] Tuan muda(公子)- cara yang sopan untuk manggil orang yang penampilannya kayak orang-orang bangsawan.

[10] Yue Wei- Yue artinya bulan. Dan Wei kependekan dari Qiang Wei, sejenis mawar yang ditemukan di daerah hangat Asia. Nama latinnya : Rosa multiflora

[11] Baru saja mengatakan apa yang seharusnya tidak dia katakan- kata-kata aslinya sih, yang arti sebenarnya “dia mengambil teko yang tidak bisa dibuka” semacam metafora gitu.

[12] Malam musim semi- di cina, tergantung konteks nya sih, “musim semi” biasanya identik dengan sesuatu yang seksual. Contoh, Aphrodisiac (alias obat perangsang) di cina disebut “obat musim semi” uhuyy.

[13] Adik Cang- sekali lagi, kamu bisa manggil teman baikmu dengan sebutan “saudara”. Dan disini Jing manggil Lu Cang, adik, soalnya Lu Cang lebih muda dari dia.

[14] Namaku adalah Yuan-Kalau dibaca, kelihatannya seolah Jing ngasih tahu Lu Cang nama marganya (soalnya Lu Cang gak tau nama marganya) tapi sebenernya Jing memperkenalkan dirinya ke Cao Xin (untuk membantu Lu Cang). Formalitas dalam memperkenalkan diri di cina itu pake nama marga.

[15] Melipat kepalan tangan- dulu di jaman cina kuno, melipat kepalan tangan itu salah satu cara formal untuk memberi salam satu sama lain (kayak di drama-drama kungfu yang dua tangan disatukan di depan dada). Arti sebenarnya sih 'memeluk kepalan tangan' soalnya pas memberi salam, satu kepalan tangan dipeluk sama tanganmu yang lainya. Tradisinya sih, tangan kiri yang dikepalkan, tangan kanan yang menutupi kepalan tangan satunya. Orang-orang memberi salam dengan cara kayak gini kalo orang yang kamu beri salam itu setara dengan kamu. Kalo pangkatnya lebih tinggi, biasanya disertai membungkuk, yang biasanya ada di tv di drama-drama gitu)

[16] Air musim gugur- punya dua arti. Arti sesungguhnya, ya air di musim gugur. Tapi bisa juga berarti mata perempuan yang tembus cahaya.

[17] Fengshui- arti sesungguhnya adalah “angin dan air”. Orang-orang barat banyak yang salah paham dengan masalah ini. Fengshui tuh sebenernya, ya kayak strategi penataan atau desain barang-barang dirumah yang sesuai dengan kepercayaan orang cina. Kayaknya kalau orang indo udah tau sih masalah Fengshui. Misal kalo orang mau bangun rumah, terus minta bantuan ahli Fengshui, pasti dikasih arahan-arahan yang tepat buat ngatur barangnya. Tapi Lu Cang menggunakan perumpaan kalo Cao Xin tuh gak bisa baca situasi sama sekali.

[18] Yao Chi- tempat dari Permaisuri kaisar. Katanya berada di Gunung Kunlun. Tapi, penulisnya nggak bilang kalo gadis-gadisnya mirip kayak permaisuri. Permaisurinya tuh punya pelayan-pelayan dan dewi yang biasanya cuantik tiada tara. Nah penulisnya membandingkan gadis-gadis di Rumah Tonghua dengan mereka yang ada di rumah permaisurinya itu.

[19] Adu ayam- kalau ada yang nggak tau, ini semacam hiburan jaman dahulu yang lumayan terkenal (diseluruh dunia). Dengan dua ayam yang disuruh bertarung (sampe mati), terus orang lain nontonin ayam itu bertarung sambil taruhan yang mana yang menang.

[20] Li – 1 Li = ½ km

[21] Sejenis batang kayu (kayu alami yang tahan terhadap pembusukan) dari Asia Tengah yang aromanya tahan lama.

[22] Menggigit lidah sampai putus - orang-orang cina jaman dahulu percaya kalo menggigit lidah sampe putus bisa membuat orang mati.

[23] [1] Fen (分) - 1 fen=1/3 cm

Credit:
Author: Xin Bao Er
Cover Scan: Greenleaf1309@LJ
Chinese-English Translator: Asiaisaru
English-Indo Translator: Kiriohisagi
Proofreader: Miaw8818


Nah, gimana? Manteb tho? Mimin aja udah kejang2 dari awal editing ini, wkwkwkwkwk... Next chapter nanti semoga rilisnya gak sengaret chapter ini, ahahahaha... Oke deh, mimin mau pingsan dulu ya, see you all next chapt :* :* :*

Comments