Ohayooooouuuu~~~~ Uwaaaaaaaaaaaaahhhhh, ditempat mimin hujan deras dari malam sampe sekarang, mimin kedinginaaaan >_< #PelukReader teheeeeee... #Modus #DiHajar
Oke, kemaren udah pada heboh ya gara2 hot scenenya keputus di tengah jalan, wkwkwkwkwkwk... Iya iya, mimin tau kok perasaan kalian makanya sekarang mimin bawain lanjutannya.. Mimin baik ya? Cium doooong.. #GenitModeOn #DiHajarPart2 X"DDDD
Btw, warning dari Luxiufer, novel ini bisa menyebabkan ketagihan, LOL.. Resiko apapun tanggung sendiri, hahahahaha... Yang udah gak sabar, yuk capcuuusshhhh...
Gimana? Puas? Hahahahahhaha... Bentar lagi masuk Ramadhan loooooh, Nafsunya ditahan2 dikit ya.. <---- kayak dianya jg bisa :v wkwkwkwkwkwkwk.. Untuk novel akan tetep rilis di bulan puasa, yg mau baca silahkan, yang mau bertahan untuk gak baca jg gak pa2, teheeeee.. Manga juga kemungkinan besar akan tetep rilis tapi masih liat nanti kedepannya gimana, mimin gak janji :3
Yush, yg udah puas dan mencapai klimaks (?), jangan lupa komen ya ;) next chapter in few days, kalo komennya bisa bikin mood mimin level up (???)
Peluk Cium: Miaw <3
Oke, kemaren udah pada heboh ya gara2 hot scenenya keputus di tengah jalan, wkwkwkwkwkwk... Iya iya, mimin tau kok perasaan kalian makanya sekarang mimin bawain lanjutannya.. Mimin baik ya? Cium doooong.. #GenitModeOn #DiHajarPart2 X"DDDD
Btw, warning dari Luxiufer, novel ini bisa menyebabkan ketagihan, LOL.. Resiko apapun tanggung sendiri, hahahahaha... Yang udah gak sabar, yuk capcuuusshhhh...
Hua Hua You Long Chapter 2 Part 2
“APA??!!” Lu Cang tersentak kaget. “Kamu, kamu, kamu, jangan keterlaluan…” Dipengaruhi oleh rasa panik dan marah, dia sudah tak mampu untuk mengatakan sesuatu yang bisa dipahami.
“Kalau kamu tidak membuka bajumu, bagaimana bisa aku beri penangkalnya? Tunggu saja sampai bagian dalammu terasa gatal sampai-sampai membuatmu gila, membuatmu berkeliaran mencari pelampiasan dengan memohon para lelaki untuk menghujam anusmu!!” Walaupun kata-kata vulgar yang diucapkannya tidak sepadan dengan wajah cantik beradabnya, Jing tetap berpenampilan santai, air mukanya tenang…
Lu Cang tertegun, tidak tahu harus pergi dengan jantan atau menahan penghinaan demi mendapatkan obat penangkal tersebut.
Merasakan keraguan Lu Cang, Jing berdiri dan berjalan mendekat, kemudian menarik Lu Cang dalam rengkuhannya. “Aiya, lelaki sejati tidak akan menderita karena kekalahan([1]). Untuk sekarang, tahan saja. Setelah kau dapat penangkalnya, mau bertingkah seolah tak terjadi apapun([2]) atau membunuhku karena ingin balas dendam, terserah kau…” sembari berbicara, tangan Jing tidak bisa berhenti bergerak. Dimanapun tangannya menyentuh Lu Cang, disitu juga pakaian Lu Cang tanggal satu demi satu. Dan tidak lama kemudian, hanya tersisa sehelai jubah yang melekat pada tubuh Lu Cang, dengan lebih dari setengah kulit lembutnya yang seperti madu terekspos di udara.
Dipeluk dengan sedemikian intimnya, mata Lu Cang dipenuhi oleh kecantikan tanpa bandingannya (yang secara kebetulan merupakan jenis kecantikan yang paling tidak mampu dilawannya dan merupakan kelemahannya). Aroma wewangian dupa yang tercium olehnya merupakan jenis aroma yang tidak dikenalnya, akan tetapi membiusnya sedemikian rupa. Digabungkan dengan ancaman obat perangsang, Lu Cang menjadi semakin tidak berdaya. Lapisan terakhir pakaiannya, lapisan terdalamnya, akhirnya lepas. Dia dibaringkan di atas tempat tidur mewah dan lebar itu.
Ketika bibir panas Jing mengisap dadanya, Lu Cang merasa seluruh pertahanannya luruh karena hangat tubuh Jing. Terbawa ke permukaan kulitnya, kemudian menguap bersama udara. Miliknya yang tidak berfungsi ketika tidur dengan perempuan, kini mengeras sempurna ketika Jing meremasnya lembut, seolah terpesona.
Terhibur dengan perbedaan antara ucapan dan reaksi Lu Cang, Jing dengan kejamnya menguatkan genggamannya, menggesek dan meremas bahkan lebih keras dari sebelumnya. Lu Cang merasakan gejolak tak terkendali yang mengarah ke kepalanya, dengan segera dia menutup mulutnya dengan tangannya, takut kalau dia akan mengeluarkan pekikan yang memalukan.
“Jangan tutupi mulutmu!” Jing memerintahnya dengan penuh paksaan, menahan tangan Lu Cang dan menekannya dengan paksa. Kemudian, dia melepaskan tangan kanannya yang sedang menggenggam milik Lu Cang, menggantinya dengan miliknya dan menggeseknya dengan milik Lu Cang. Tangannya yang sedang kosong dengan nakalnya memasuki Lu Cang dari belakang, dengan penuh gairah, dia memasukkan dan mengeluarkan jarinya secara terus menerus. Tiba-tiba, jarinya berhenti di tempat yang paling vital di dalam tubuh Lu Cang dan kemudian ditekannya…..
Dirangsang sedemikian rupa, Lu Cang kehilangan semua rasa malunya, memekik tanpa daya, “Ah, ah. Tidak, tidak!!!! Ah..di sana, ah, tidak, tidak-jangan, jangan!! Cukup… aku mohon ampuni aku… tidak lagi, cukup….” Lu Cang sudah terlalu kewalahan hingga tidak mampu lagi berkata-kata karena terlalu terangsang. Pada akhirnya, dia hanya mampu memohon belas kasihan dari Jing dengan suara keras.
Tumbuh besar di lingkungan istana, permainan ranjang merupakan hal yang biasa bagi Jing. Tentu saja dia mengerti dengan jelas bahwa kata ‘tidak’ yang diucapkan Lu Cang hanyalah reaksi karena kenikmatan seksual luar biasa yang dirasakannya. Sedangkan baginya, mendengar Lu Cang berteriak kesakitan malahan makin membangkitkan nafsunya. Dengan cekatan dia memberi daerah dalam yang sensitif itu cubitan ringan. Sudah pasti, Lu Cang mengeluarkan pekikan yang tak tertahan, cubitan itu menggetarkan seluruh tubuhnya, kemudian dengan segera, Lu Cang pun melepaskan cairannya……
“Secepat ini?” senyum nakal tersungging di bibir Jing yang menolak melihat raut wajah sesudah klimaks Lu Cang yang penuh penderitaan dan rasa malu, dan malah meraih bagian belakang Lu Cang untuk kemudian membalikkan tubuhnya.
“A-apa yang kau lakukan—” benar-benar lemas dan tidak berdaya setelah mencapai klimaks, Lu Cang akhirnya pasrah membiarkan Jing melakukan apa yang dia suka. Dengan perut yang tertekan ke seprai satin di tempat tidur, posisinya benar-benar menyedihkan dan memalukan. “Apa yang kau laku—”
Jing menarik pinggangnya, dan mengangkat bagian bawah tubuh Lu Cang ke atas. Lu Cang merasa bagian bawah tubuhnya digenggam kembali, dan dia segera menutup matanya dengan ketakutan—setelah melewati ini sekali, Lu Cang tahu, walau mereka berdua sama-sama laki-laki, tetap ada banyak cara untuk menurunkan harga dirinya…
Tapi apa yang terjadi setelahnya bukanlah kesakitan seperti sebelumnya, melainkan sesuatu yang dingin mendesak bagian belakangnya. Dibawa oleh kehangatan jari Jing, cairan pelumas yang lembut dan melegakan masuk kedalam tubuhnya.
“Sshh, jangan bicara.” Jari-jari itu kemudian berputar didalam tubuhnya, sedangkan Jing tampak menimbang-nimbang apakah seluruh pelumas sudah menutupi setiap sudut dalam tubuh Lu Cang atau belum.
Merasakan otot-otot yang disentuh oleh jarinya akhirnya rileks dan benar-benar terbuka, Jing melesakkan miliknya tanpa peringatan. Dan dengan bantuan pelumas yang membasahi setiap inci otot Lu Cang, dan sedetik kemudian, Jing sudah mencapai bagian terdalam dari xxx([3])—yang masih bengkak sejak terakhir kali Jing memasukinya.
“Ahh—” walau tidak sesakit sebelumnya, Lu Cang masih belum bisa menahan benda milik Jing yang begitu tebal dan besar yang menyerang xxx nya. Lu Cang berteriak, xxx nya tegang, dan otot-ototnya meregang karena rasa sakit.
“Apa yang kau lakukan! Berhenti menjepit sekeras itu!” Jing memberi bokong Lu Cang beberapa tamparan, hampir tidak bisa menahan kontraksi dalam tubuhnya. Dia dengan beringas memaksa Lu Cang untuk melemaskan otot-otot tubuh bagian dalamnya.
“Sakit—” erangan tertahan keluar dari kerongkongan Lu Cang ketika Jing mulai bergerak keluar-masuk tubuhnya. Bagian bawah perutnya, yang tidak mampu menahan gesekan benda milik Jing, juga mulai berjuang melawan nikmat.
Jing sudah kehilangan kendali atas dirinya saat dia melesakkan dirinya dengan keras ke tubuh yang ada di bawahnya. Sebagai penguasa tertinggi di Kerajaan, dia sudah meniduri orang hingga tak terhitung lagi banyaknya. Bahkan yang terbaik, pria paling mempesona yang melegenda karena pengalaman dan keahlian mereka di tempat tidur sudah ditaklukan olehnya. Akan tetapi, Lu Cang adalah pendekar, otot-ototnya luar biasa dan bagian dalamnya belum pernah tersentuh, sesuatu yang pria-pria itu, yang sudah sekian lama ‘rusak’ sejak pengalaman pertama mereka, tidak akan pernah bisa berharap untuk menandinginya. Mengamati otot yang kuat dan punggung yang elegan itu berkontraksi setiap kali dia bergerak dengan liar, keringat yang bercucuran di kulit berwarna madu Lu Cang dengan tubuh maskulinnya, beserta aroma sensual dari persetubuhan mereka yang menguap ke udara…. Jing semakin kehilangan kendali atas dirinya, dari dalam hatinya, pesona yang kuat timbul.
“Kamu…. Kamu mengerikan---“ Jing, Lu Cang sadari, memiliki daya tahan luar biasa yang mampu membuat pria manapun merasa malu. Mengingat bahwa dia juga tak mampu bertahan setengah dari stamina Jing di tempat tidur, Lu Cang tak bisa menahan rasa iri yang timbul dari dasar hatinya.
“Benarkah??—” Jing, yang tersenggal karena nikmat, tiba-tiba mempercepat gerakan pinggulnya. “Sepertinya kau masih punya energi untuk bicara—huh? Bukan begitu?”
“Ahn—Ah—” Lu Cang benar-benar tidak berdaya menghadapi kecepatan pinggul Jing yang bergerak. Lengan yang menumpu seluruh berat badannya kini gemetar tidak karuan. Perutnya bergejolak bagai diaduk-aduk sampai jantung dan paru-parunya sakit. Tapi Jing tidak memperdulikannya, malah meremas milik Lu Cang dengan keras sembari memainkan puting Lu Cang dengan brutal. Teriakan yang keluar dari mulut Lu Cang kini berubah menjadi lengkingan.
“Lepaskan!! Lepaskan! Aku sudah ti-tidak kuat!!!” lengan Lu Cang sudah tidak mampu lagi menahan serangan Jing; seluruh tubuhnya akhirnya jatuh sepenuhnya ke ranjang, dengan air mata yang mengalir tak berhenti ke seprai satin. Tapi Jing tetap menolak untuk melepaskannya, dia lanjut menghujamkan miliknya ke orang yang sudah tak berdaya di ranjang. Siksaan itu sepertinya berlanjut bagaikan tiada akhir…..
Setelah entah berapa lama, tepat ketika Lu Cang mengira dirinya sudah diambang kematian, Jing berteriak tertahan. Kemudian, cairan hangat menyembur, membanjiri seluruh bagian terdalam Lu Cang.
Lu Cang bahkan tidak punya sisa kekuatan untuk berteriak; dia hanya membiarkan cairan hangat memalukan itu memasuki tubuhnya, menghambat bagian dalam seolah mengancam untuk membanjiri seluruh tubuhnya.
“Hngh…” setelah menyemburkan tiga kali tanpa henti, Jing akhirnya mulai lelah juga.
Keduanya lalu berbaring sembarangan di ranjang, lemah dan tanpa tenaga. Tubuh Jing yang seputih salju, dan lengan panjang Lu Cang yang sewarna madu berbelit menjadi satu. Seprai satin tergelung berantakan, dan seluruh ruang terisi dengan aura paska seks yang sulit untuk dienyahkan.
“Aku belum menanyakan namamu…” masih saja Jing yang lebih dulu pulih, menopang dirinya dengan sebelah siku dan menatap Lu Cang, yang masih terbaring tidak berdaya di atas ranjang.
“Lu… Cang…” Suaranya selembut helaan nafas. Tapi detik ketika Lu Cang membuka mulutnya, Jing langsung menyerbu untuk mencium Lu Cang dengan bibir dan lidahnya. Setelah sesi jerat-menjerat bibir itu, Jing akhirnya menatap penuh-penuh manik mata Lu Cang yang berkabut. “Panggil aku Jing.”
“Jing—” Lu Cang berusaha untuk membuka matanya, dan mendapati Jing telah meninggalkan ranjangnya dan tengah berpakaian kembali.
Lu Cang langsung menegakkan tubuhnya, dan tergopoh berbicara. “Ah, penangkalnya—kau belum memberiku penngkalnya!” rasa takut membuatnya melompat dari ranjang, dan menatap bengis laki-laki cantik yang, sekali lagi, berhasil mempermalukannya.
“Penangkal? Bukannya aku sudah memberimu penangkalnya?”Jing hanya peduli untuk meneruskan kegiatan berpakaiannya—jubah dengan sulaman indah mendetail berwarna putih.
Lu Cang sedang tidak berselera untuk mengagumi pakaian indah Jing. Dia menyeret dirinya sendiri untuk turun dari ranjang, tidak peduli pada seprai satin yang jatuh ke lantai. “Ka-kau! Jangan bercanda! Kapan kau memberiku—” dia ingin mendekati Jing, tetapi kedua kakinya yang masih lemah tidak mampu menahan berat tubuhnya. Dan seketika, Lu Cang jatuh terduduk di lantai.
Jing tersenyum samar, kemudian membawa tangannya menuju daerah milik Lu Cang yang terus menerus ia masuki sepanjang malam dan memasukkan satu jarinya dengan paksa, lantas mengeluarkan jarinya yang kini telah terselimuti oleh cairan kental miliknya sendiri. Jing kemudian memperlihatkannya tepat di depan wajah Lu Cang. “Bukannya ini penangkal? Apa? Masih belum cukup? Padahal aku sudah memberimu sebegini banyak…”
“Apa… penangkal macam apa ini?!” Menatap tidak percaya pada cairan di jari Jing, Lu Cang melebarkan matanya seolah dia sedang berjuang demi hidupnya. “Kau… kau…” Lu Cang terlalu marah sampai ia tidak mampu berkata, dia kemudian berusaha bangkit walau tubuhnya tidak mengijinkan.
“Kau tidak percaya padaku? Baiklah kalau begitu,”—Jing merogoh bagian depan jubahnya dan mengambil sebuah pil berwarna hijau, yang sama seperti sebelumnya, dia melemparnya tepat di depan Lu Cang—“Ini dibuat di istana kerajaan, benar-benar berharga. Tapi, ya sudah lah, kau akan kuberi satu. Kau boleh mencobanya pada anjing atau apalah, dan lihat apa yang terjadi.”
“Tanggal lima belas bulan depan, tunggu aku disini lagi.” Dia berbicara dengan nada dingin sembari mengencangkan ikat pinggangnya.
Lu Cang benar-benar tidak mempercayai telinganya. “Apa katamu? Ini tidak bisa disembuhkan sekaligus?”
Melihat Lu Cang dengan kasihan, seolah-olah Lu Cang adalah orang polos yang dungu, Jing berkata, “Bagaimana bisa? Sudah kubilang kan kalau racun ini sangat berharga?”
“Tap… tapi…” Lu Cang benar-benar panik sampai tidak bisa menyusun kata-kata. “Aku tinggal di Hangzhou! Kau berharap aku menghabiskan sepuluh hari setiap bulan untuk pergi ke Tong’an, lalu kembali lagi ke Hangzhou selama sepuluh hari lagi? Cuma karena… karena aku harus kesini untuk kau… untuk kau…”
“Untuk ku tiduri,”—Jing memberi Lu Cang sebuah senyuman dingin, namun raut wajahnya sama sekali tak berubah—“Itu masalahmu. Tapi itu juga pilihanmu.” Menyeka tangan kotornya ke muka Lu Cang, Jing akhirnya melompat dan menghilang dibalik jendela…
Dan Lu Cang ditinggalkan, dengan kondisi lemah dan ingin menangis, menggenggam pil tanpa tahu apa yang harus dia lakukan, kemudian jatuh di lantai di samping ranjang. Yang tersisa hanyalah kata-kata yang mempermalukannya, terus terngiang di kepala Lu Cang :
Kau boleh mencobanya pada Anjing atau yang lain….
Datanglah di tanggal 15 setiap bulan…
Ya Tuhan!!!
Penjelasan:
[1] Lelaki sejati tidak akan menderita karena kekalahan (好汉不吃眼前亏) – ungkapan di Cina yang banyak digunakan, artinya “Jangan terlalu keras kepala kalau kalah pada seseorang.”
[2] Bertingkah seolah tidak terjadi apapun—terjemahan yang sebenarnya sih (摆豆腐架子) “Bangun saja dinding tahu untukmu,” yang intinya untuk berpura-pura. Di Cina, “tahu” suka diumpamakan dengan sesuatu yang rapuh dan mudah hancur, tapi sebenernya 豆腐架子bisa berarti rak untuk tahu yang digunakan oleh pembuat tahu profesional…
[3] Xxx-bukan, ini bukan sensor dari translatornya. Emang di novelnya yang asli sudah begini. Penulis Novel hardcore di Cina biasanya pake beginian. Artinya juga lebih dari satu (yah, beberapa sekaligus bisa dijelasin pake ini…) tapi kalian pasti sudah bisa nebak dari kata-katanya apa“Xxx” ini sebenernya XD yak, begitu saja…
Credit:
Author: Xin Bao Er
Cover Scan: Greenleaf1309@LJ
Chinese-English Translator: Asiaisaru
English-Indo Translator: Kiriohisagi
Proofreader: Luxiufer
Author: Xin Bao Er
Cover Scan: Greenleaf1309@LJ
Chinese-English Translator: Asiaisaru
English-Indo Translator: Kiriohisagi
Proofreader: Luxiufer
Yush, yg udah puas dan mencapai klimaks (?), jangan lupa komen ya ;) next chapter in few days, kalo komennya bisa bikin mood mimin level up (???)
Peluk Cium: Miaw <3
Comments
Post a Comment