Hua Hua You Long Chapter 2 Part 1 [Novel]

Yuhuuuuuuuu~~~~~~ *cough2* Mimin Miaw balik... Gomen baru bisa dipublish hari ini karena seribu satu alasan mimin gak bisa OL via laptop selama 3 hari kemaren >___<

Oke, kayaknya gak ada juga yang tertarik buat ngebaca bacotan mimin siang ini, LOL.. Ini mimin langsung aja kasih menu makan siang yg super dahsyat menggelegar #lebe hahahahaha.. Silahkan dinikmati ;)
Hua Hua You Long Chapter 2 Part 1

Chapter 2 Part 1 – Bulan Purnama di Ibu Kota

            Dari dulu, Hangzhou selalu menjadi kota para cendekiawan dan pelajar. Dari yang pintar maupun yang biasa saja, tua ataupun muda, semuanya berlomba tinggal di sepanjang sisi Danau Timur. Bagi yang kaya, mereka membangun sebuah villa. Sedang yang miskin, mereka lebih memilih membangun pondok-pondok di sekitarnya. Hal seperti itu tidaklah terlalu memalukan bagi gelar mereka sebagai “kaum terpelajar” dan disaat yang sama, mereka percaya bahwa mereka bisa meminjam kekuatan mistis di Danau Timur untuk mewujudkan mimpi mereka menjadi terkenal dan kaya.
            Terletak diantara bangunan perumahan besar dan kecil dari para cendikiawan Konghucu yang cukup kaya namun kikir, didepan jembatan rusak, adalah sekolah Baiwen. Guru dari sekolah Bai Wen, Bai Xu adalah orang yang cukup terkenal. Komunitas Sastra Baiwen yang dikepalainya merupakan komunitas sastra terbesar di seluruh Jiangnan. Selain komunitas sastra, Bai Xu juga ahli di bidang music, catur, kaligrafi, dan melukis([1]) , dan ketenarannya yang luar biasa akan keahliannya di bidang seni ukir([2]) tidak kalah mahsyurnya dengan ketenarannya di bidang puisi dan sastra.
            Dan di hari-hari seperti ini, Bai Xu seperti biasa mengakhiri kelasnya tepat di siang hari untuk kembali ke Rumah Bai, yang merupakan huniannya di tepi Danau Timur.
Tapi begitu dia menapakkan kaki di rumahnya, salah seorang muridnya([3]), Bai Yuan, tergopoh-gopoh mendekatinya. “Guru, ada tamu yang sedang menunggu di ruang tamu besar.”
Bai Xu, mengira kalau tamunya datang kesini hanya untuk bertanya tentang sastra, tanpa pikir panjang menolaknya, “Suruh mereka menunggu. Aku akan kesana setelah berganti baju.”
            Tapi Bai Yuan, bukannya mengangguk dan pergi, malah menatap balik gurunya dengan ketakutan yang tersirat.
 “Ada apa? Kenapa kau tidak segera menyampaikan kata-kataku?” Tanya Bai Xu, sedikit heran.
Bai Yuan diam-diam mencondongkan kepalanya dan berbisik di telinga gurunya, “Guru, tolonglah segera menemui tamu ini. Mereka sudah menunggu sejak pagi hari, lagipula… watak mereka sedikit tidak sabaran…”
Melihat Bai Xu masih enggan untuk menemui tamunya, Bai Yuan menambahkan dengan suara yang lebih kecil lagi, “Tamunya memiliki senjata, Guru…”
Muka Bai Xu langsung menjadi pucat.Walau ketenarannya akhir-akhir ini meningkat, kalau dibandingkan dengan konglomerat elit di Hangzhou, hartanya pasti tidak ada apa-apanya. Bai Xu juga tidak memiliki musuh. Jadi, Bai Xu sama sekali tidak mengerti apa yang orang-orang bersenjata ini lakukan di rumahnya.
Kemudian, buru-buru menyembunyikan keterkejutannya, dia berkata pada Bai Yuan, “Ikut denganku ke Ruang Tamu Besar.”
Terburu-buru ke Ruang Tamu utama, Bai Xu melihat tiga sosok orang yang tinggi, tegap dengan ekspresi yang tidak mengenakkan, ada yang duduk dan ada yang berdiri. Pemuda yang memakai pakaian dari sutra berwarna abu-abu dengan pedang panjang tersampir di pinggangnya duduk tegak di kursi tamu. Di sebelah kirinya berdiri seorang pria paruh baya yang berpakaian ala penasehat([4]), dan juga seorang pembantu yang berusia sekitar delapan belas atau Sembilan belas tahun yang berdiri di belakang si pemuda --- jelas sekali dia adalah pengikutnya.
Melihat Bai Xu datang dengan terburu-buru, pemuda itu langsung bangkit dari duduknya, diikuti oleh pria yang berpakaian seperti penasehat. Bai Xu yakin dengan dugaannya --- Pemuda inilah yang menjadi tamu utamanya hari ini.
Ketika dia tiba di Ruang tamu utama, pemuda itu menghampiri dan menyapanya. “Guru([5]) Bai, mohon tidak usah takut atas kedatangan kami. Kami hanya datang untuk berkunjung.”
Begitu mereka bertemu dalam jarak dekat, baru Bai Xu menyadari bahwa pemuda ini sebenarnya luar biasa tampan. Berwajah lonjong, dan di bawah dua alis panjang yang hampir mencapai pelipis adalah sepasang mata besar penuh semangat, yang sepertinya dipenuhi oleh kilatan cahaya. Pedang yang tersampir di pinggang kokoh namun ramping itu jelas-jelas adalah pedang yang bernilai di atas rata-rata. Ah, jadi ini yang disebut sebagai “pendekar persilatan”, pikir Bai Xu.
Bai Xu membalas salam dengan anggukan, lantas duduk di kursinya sebagai tuan rumah. Dia kemudian berbalik ke arah Bai Yuan. “Kenapa kau tidak menyiapkan teh untuk-”
Tapi belum sempat dia menyelesaikan kata-katanya, pemuda itu menyelanya.“Tidak perlu, Guru Bai. Aku datang kesini karena ada sesuatu yang ingin kutanyakan…”
Alis Bai Xu terangkat satu ketika laki-laki itu menyelanya. Orang ini sungguh tidak punya sopan santun, padahal dia butuh bantuanku!
Pemuda itu bukannya tak menyadari riak kecil yang muncul di wajah Bai Xu. Keangkuhan mencuat di antara alis matanya saat dengan dingin dia berkata, “Aku tak akan menyembunyikannya dari Guru. Kami bertiga turun dari gunung Lu Cang, jadi, sangat tidak nyaman bagi kami untuk tinggal lama di kota. Jadi, mohon pertimbangannya, Guru!” Walau dia menggunakan kata “pertimbangan,” raut wajahnya sama sekali tidak berkata demikian. Para pengikutnya yang berdiri di belakangnya juga sudah bersiap dengan tangan di atas pedang mereka.
Begitu Bai Xu mendengan “Gunung Lu Cang”, bulu kuduknya langsung meremang. Gunung Lu Cang adalah gunung yang dikuasai oleh bandit-bandit, berlokasi di wilayah luar kota Hangzhou. Bandit-bandit ini sudah sering merampok orang-orang kaya dan konglomerat, dan tidak pernah sekalipun gagal. Bandit yang sudah terkenal di seluruh wilayah Jiangnan.Tapi siapa yang menyangka, kalau hari ini, rumahnya yang dijadikan target.
Bai Xu adalah orang yang sangat terpelajar. Bagaimana bisa dia mengira akan mengalami situasi macam ini? Rasa panik menelusup ke dadanya, dia buru-buru meminta maaf. “Maaf, saya benar-benar tidak tahu. Sungguh saya ti-tidak tahu…” dia kehilangan kata-katanya.
Merasakan ketakutan dari kata-kata Bai Xu yang terbata-bata, si lelaki muda lantas berkata, “Jangan takut, Guru. Kami datang kesini bukan untuk uang. Kami ingin meminta bantuanmu.”
Bai Xu sedikit lega setelah mendengarnya berbicara, tapi tetap, dia tidak paham, kenapa bandit-bandir ini mengunjungi rumahnya. “Aku tidak yakin, apa yang bisa kubantu…” Bai Xu mulai berbicara, sedikit kesusahan.
Si lelaki muda, yang tampak tidak sabar dengan cara bicara Bai Xu yang terlalu “pintar dan rumit” ([6]), mengibaskan tangannya lantas berkata, “Jangan kawatir, Guru… apa disini ada sebuah kamar rahasia?”
 “Kamar rahasia?”Alis Bai Xu bertaut tidak mengerti.Dia hanyalah cendekiawan berjubah putih, bagaimana caranya Bai Xu mampu membangun kamar rahasia di rumah ini?
Si lelaki muda melihat raut wajah ragu-ragu Bai Xu, kemudian berbicara lagi, “Kalau tidak ada, bukan masalah. Tolong bawa ke kamar Guru saja sebagai gantinya.”
Bai Xu sangat terkejut dengan permintaan itu .Kenapa bandit gunung seperti dia ingin memasuki kamarku? Jangan bilang ada sesuatu yang berharga yang tidak aku ketahui berada disana!
Bai Xu masih mengulur-ulur dalam keraguan, membuat si lelaki muda makin tidak sabar. “Guru, begitu saja tidak merepotkan anda, kan?”
 “Ah…” Bai Xu disadarkan dari pikirannya sendiri. Dengan wajah yang sedikit muram, dia cepat-cepat menambahkan, “Ah, ti-tidak apa-apa.Tidak merepotkan kok, sungguh.” Katanya terbata.
Kata-katanya membuat si lelaki muda mengernyitkan keningnya, lantas mengibaskan tangannya ke dua orang dibelakangnya.“Tunggu disini. Dan kalau aku tidak kembali setelah dua jam…” dia menatap Bai Xu dengan tatapan mengancam, lalu puas dengan ekspresi ketakutan yang diberikan Bai Xu.
 “Sebelah sini, silahkan, tamu([7]).” Mengetahui kalau dia tidak bisa sedikitpun menyinggung bos dari bandit gunung ini, Bai Xu langsung berubah sikap menjadi sangat sopan.
Dipimpin oleh Bai Xu, Keduanya melanjutkan berjalan menuju halaman belakang([8]) setelah sebelumnya melewati lorong-lorong. Dia melirik melalui ekor matanya ekspresi kelam di wajah si pemuda, sepertinya ada hal yang luar biasa penting yang terkunci di alis yang bertaut itu.
Tak lama kemudian, mereka  tiba di kamar tidur Bai Xu, tersembunyi diantara belukar tanaman bambu.
Membawa si pemuda ke dalam kamarnya, Bai Xu mengawasi si pemuda saat dia menutup pintu kamar dan dengan hati-hati menguncinya. Mau tidak mau Bai Su merasa ketakutan, tidak tahu apa yang akan pemuda itu lakukan.
 “Apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan padaku…?” Bai Xu bertanya, mencoba santai sambil melepas jubah luarnya dan melemparnya ke ranjang. Tapi, ketika dia berbalik, dia mendapati sebuah pemandangan yang membuat jantungnya berpacu dengan penuh ketakutan.
Pemuda itu sudah melepas pedangnya dari pinggang dan melempar pakaian luarnya ke atas kursi di sampingnya, dan saat ini sedang memusatkan perhatiannya untuk melepas ikat pinggang yang menahan celananya…
 “Ah!! Tuan, kamu… apa yang mau kau lakukan…” karena terkejut, Bai Xu tanpa sengaja berteriak.
Tapi si lelaki muda sama sekali tidak mengacuhkannya. Alih-alih menjawab, dia malah melepas celananya, lalu melepas ikatan jubah dalamnya sebelum kemudian melemparnya. Sambil menunjuk bagian dalam pahanya, dia berkata, “Guru, tolong lihat ini, untukku…”
Bai Xu, gemetar ketakutan, mengikuti arah pandangnya ke arah jari telunjuk si lelaki muda… dan begitu melihatnya, oh Tuhan, rasanya Bai Xu ingin pingsan. Dia adalah orang yang telah membaca segala macam karya sastra, tentu saja dia tahu kalau ada orang tertentu yang senang memamerkan tubuhnya dihadapan orang lain, terlebih lagi bagian rahasianya. Tapi dia tidak pernah menyangka, orang seperti itu ada yang dengan sengaja memilih korbannya untuk…melihat!
    Bai Xu langsung mengalihkan pandangannya, suaranya mulai gemetar, “Tamu, kau… kau jangan bercanda. Aku, aku bukan perempuan muda…”
 “Perempuan muda?? Kau bicara apa, sih? Kenapa aku butuh perempuan muda untuk melihat ini? Aku kesini karena ingin kamu membantuku melihat…” dia menoleh ke arah Bai Xu ketika bicara
Tidak mau menunggunya selesai berbicara, Bai Xu berseru panik, “Kau… kau datang pada orang yang salah! Aku tidak punya kebiasaan memotong lengan baju([9])... Aku tidak suka ini…” Bai Xu melompat kaget, kemudian terjerembab duduk di sudut tempat tidurnya, melingkarkan dirinya sendiri seperti bola, begitu takut dengan nasib buruk yang akan menimpanya sesaat lagi…
 “Kebiasaan ‘memotong baju’… Apa yamg kau bicarakan?” Si lelaki muda berhenti di depannya dengan kebingungan yang tergambar jelas. “Aku cuma ingin memintamu membaca karakter huruf ([10]) yang ada di segel ini.”
 “Ah...?” Bai Xu akhirnya membirkan tangan yang menutupi kepalanya jatuh. Kemudian, hanya setengah percaya dengan kebenaran yang dikatakan, dia melihat ke celah di pangkal paha si lelaki muda, yang di tahan dan dibiarkan sedikit terbuka. Benar saja, ditimpa sinar lilin yang redup, Bai Xu dapan melihat segel yang tersembunyi di kulit bak madu itu.
 “Kau… kau memintaku untuk membaca goresannya?” Bai Xu menghela nafas lega, namun masih sedikit tergoncang.
 “Memangnya, kau pikir apa yang aku ingin kamu lakukan?” Si lelaki muda menautkan alisnya kesal. Air muka wajahnya menakutkan.
 “Oh…” Bai Xu benar-benar menanggalkan ketakutannya, kemudian menambahkan, “Jadi begitu…” katanya, lantas menjulurkan tangan untuk menyentuh segel yang tergores agar dapat membaca hurufnya.
 “Apa yang kamu lakukan?!” Karena sentuhannya, si pemuda langsung melompat ke belakang. Kemudian dia sepertinya menyadari kesilapannya dan dengan cepat menambahkan, “Biar aku saja.”
Pipinya memerah, lalu dia perlahan meregangkan kulit disekitar segel yang dia miliki, lalu mendekat. “Maaf merepotkan Guru dengan melihat ini untukku.”
Walaupun itu adalah sesuatu yang juga Bai Xu miliki, tetap saja, menatap tempat itu dalam jarak yang demikian dekat cukup mengejutkannya. Hal yang tidak biasa adalah, di tempat yang tidak pernah bertemu sinar matahari, tersebar memar bulat satu demi satu, seperti ada sesuatu yang dengan kejamnya menggigitinya. Bai Xu melirik ke tatapan garang si pemuda melalui ekor matanya, lalu hanya bisa memilih untuk berpura-pura tidak melihat apapun, sambil menahan rasa aneh yang timbul di dadanya. Mengamati dengan jelas cap kecil itu, dia mengetahui bahwa segel itu tertulis dalam jenis Xiaozhuan([11]), dan luar biasa rumitnya. Itu bisa benar-benar menjadi tantangan bagi mereka yang tidak menguasai seni ukiran segel untuk mengetahui jenis tulisannya- Dia akhirnya paham kenapa bandit gunung ini datang menemuinya, seorang ahli di bidang seni ukir batu, untuk membaca tanda pada segel ini.
Ketika akhirnya ia mengangkat wajahnya, si Lelaki muda dengan cepat bertanya, “Guru, apa kau telah melihat kata-katanya dengan jelas?”
Ekspresi Bai Xu terlihat rumit. Kemudian, dengan perlahan, dia menjawab, “Dari yang aku tau, segel itu terdiri dari dua kata. Yaitu ‘Jing Xi’.”
Sebelum dia sempat menyelesaikan kata-katanya, pemuda itu bersikap seolah-olah mendapat pencerahan. Kemudian, segurat kemurkaan muncul di antara alisnya. “Jadi si brengsek itu bernama Jing Xi!!” Dia menggeram dengan penuh dendam.
Menoleh ke arah Bai Xu, pemuda itu melihat bahwa masih ada hal lain yang ingin Bai Xu sampaikan. Wajah pemuda itu langsung berubah sedikit menakutkan. “Jika kamu berbicara sepatah kata saja tentang apa yang terjadi di sini hari ini, aku akan memastikan bahwa bahkan tidak akan ada seekor ayam maupun anjing yang bisa keluar dari rumah ini hidup-hidup!” Setelah mengucapkan ancamannya, dia tidak melihat ke arah Bai Xu lagi. Dia hanya peduli untuk berjalan menuju ke kursi tempat dia meletakkan bajunya dan memakai kembali pakaiannya, lalu berjalan dengan langkah yang angkuh keluar dari kamar itu.
Bai Xu menatap punggung angkuh dari sosok itu dan kemudian menggelengkan kepalanya. Baru saja dia ingin bilang, di dalam bahasa persegelan, “Xi([12])” adalah kata istimewa yang digunakan di keluarga kerajaan. Lagipula, bukannya kaisar yang sekarang… nama terlarangnya([13])… adalah “Jing”?
Tapi, ya sudahlah. Toh, dia tidak punya tanggung jawab untuk memberitahunya.
Merasa senang pada dirinya sendiri karena menggunakan taktik tak langsung untuk balas dendam pada tindakan kurang ajar si lelaki muda, Bai Xu tersenyum pada dirinya sendiri.
Tentu saja si pemuda tidak tahu menahu mengenai kepuasan kecil Bai Xu. Dengan luapan kegembiraan karena telah berhasil memecahkan satu misteri terbesar di hatinya, dia kembali ke Ruang Tamu Utama, dan memanggil pengikutnya lalu meninggalkan rumah kediaman keluarga Bai.
Dalam perjalanan pulangnya, dia bersumpah pada dirinya sendiri: Oh Jing Xi, Jing Xi, Kamu pemerkosa brengsek, jika aku tidak menamatkan riwayatmu dengan pedangku, AKU, Lu Cang, bersumpah tidak akan menginjakkan kakiku ke Jianghu([14] lagi seumur hidupku!
Tidak perlu dikatakan lagi, pemuda ini adalah si ketua bandit gunung menakutkan yang malang, yang ditiduri dengan paksa oleh Kaisar Jing yang menyamar sebagai wanita, Lu Cang. Sejak dia dipermalukan oleh Jing, tidak ada waktu yang tidak dia habiskan untuk merencanakan balas dendamnya.
Dia ingin mengetahui nama musuh yang telah memberi segel di daerah privat di pangkal pahanya. Jadi dia menghabiskan harinya untuk mencoba membaca huruf dalam segel itu, dengan melihat bayangannya di cermin.Tapi untuk membaca karakter yang begitu rumit, sungguh sangat tidak mungkin bagi pendekar bela diri sepertinya yang tahu sastra saja sudah untung. Ditengah rasa frustrasi, hanya satu orang yang bisa Lu Cang mintai bantuan : yaitu Bai Xu, sang master seni pahat. Dan pada akhirnya, dia mendapatkan apa yang ia mau.
Tapi kenapa? Kenapa aku harus melakukan sesuatu yang memalukan seperti ini—pergi ke rumah yang sama sekali tidak kukenal hanya untuk memperlihatkan bagian paling rahasia dari tubuhku?! Sialan! Makin dipikirkan, membuat Lu Cang semakin marah. Dia, kemudian, merasa sudut matanya basah karena amarah.
Setiap hari selama sepuluh hari terakhir, tubuhnya seolah-olah terbakar oleh kebencian yang menyumbat hatinya. Setiap hari, hidupnya serasa di neraka. Bagian tubuhnya yang ‘dimasuki’ dengan paksa, benar-benar robek dan berdarah. Dan karena luka-luka memar yang ada di tubuhnya, dia hanya bisa pergi ke danau gunung di tengah malam untuk mandi. Daerah yang telah di segel dengan cap panas menjadi melepuh dan terbakar, menimbulkan rasa sakit yang tak tertahankan. Bukan itu saja, Lu Cang masih harus melongok ke daerah privatnya hanya untuk mencoba melihat huruf yang melekat di tubuhnya, seperti orang tidak waras! Tapi bukan itu bagian terburuknya. Ada yang lebih tragis dari itu semua.
Setelah disentuh oleh laki-laki yang cantik dan gila itu, entah kenapa kejantanannya menjadi lemas dan tidak bertenaga… Dia ingat, untuk membuktikan kalau dirinya normal dan sehat, Lu Cang menemui  pelacur Jiangnan yang paling terkenal. Tapi pada akhirnya, karena teringat dengan kenangan buruk di hari naas itu, dia tidak mampu melaksanakan niatnya, dan berakhir sebagai bahan tertawaan…. Mengingat kejadian ini, dia mendadak ingin menangis!
Semua kejadian ini, semuanya adalah salah monster gila itu! Lu Cang menggigiti lidahnya dengan kebencian dan rasa muak yang memenuhi dadanya.  Dia kemudian membayangkan bagaimana rasanya membalas dendam… Sekarang, lihat saja sampai tanggal lima belas. Aku akan membalaskan dendamku pada orang  yang paling memuakkan itu!

*****

15 Juli, Bulan Purnama.

Seperti halnya dinasti Kerajaan sebelumnya yang mempertahankan kemakmuran di masa keemasannya, Datong juga menempatkan ibu kotanya di kota besar Chang’an([15]), tetapi namanya diganti menjadi kota Tong’an. Jembatan Yue Long([16]) membentang tepat di arah selatan dari pusat kota dan menggabungkan beberapa kota yang ada di sekitarnya.
Saat itu tengah malam. Jalanan terlihat sepi. Tidak ada satupun siluet manusia disepanjang jalan ini. Temaram sinar bulan yang megah menyinari sepanjang Jembatan Yue Long. Tapi ada sebuah bayangan seseorang, kabur dan memanjang, berdiri tegak di sisi jembatan.
Tidak perlu dijelaskan lagi, seseorang itu adalah laki-laki yang rela berkelana ribuan kilometer ke Tong’an hanya demi mendapat sebuah penangkal racun. Ketua dari kelompok bandit Gunung Lu Cang yang bernasib sial—ah tidak, dialah sang ketua bandit yang agung, yang oleh semua orang mendapat julukan “Sang Elang”, siapa lagi kalau bukan Lu Cang.
Tapi hari ini Lu Cang tidak disini untuk penangkal racunnya… dia secara diam-diam, mengambil pisau belati dari dalam lengan bajunya([17]). Dan Lu Cang tidak bisa menahan tawanya, ketika dia membayangkan bahwa pisau ini akan segera menancap di leher indah pria itu.
Malam ini sedingin air.
Udara panas yang menyesakkan di siang hari tampaknya melebur menjadi angin dingin nan menyejukkan di malam hari, membawa semacam keharuman tersembunyi yang mengambang dan ringan yang hampir-hampir tak tercium.
Tunggu dulu… Wangi tersembunyi?
Lu Cang, tiba-tiba tersadar, dan dengan cepat dia berbalik. Dan tentu saja, di ujung utara jembatan, berdiri sesosok orang dengan jubah putih—laki-laki yang sudah dia tunggu-tunggu.
Walau dia sudah tidak memakai baju wanita, jubah Confucian putihnya tetap menambah aura yang mampu menambah kecantikan luar biasanya. Kenapa kecantikan yang selama ini kuimpi-impikan malah dimiliki oleh orang gila yang tidak segan-segan melakukan tindakan hina seperti itu?! Tidak mampu menahan dirinya untuk tidak mengagumi keindahan wajah itu, Lu Cang memilih mengalihkan pandangannya. Jantungnya berpacu cepat untuk sesaat.
 “Kenapa, bukannya kamu senang melihatku?” Jing tersenyum samar ketika bertanya, bahkan suaranya pun terdengar murni di keheningan malam, mampu membangkitkan gairah siapapun yang mendengarnya.
Lu Cang masih terlalu takut untuk menatap wajah yang 100% mampu menggodanya itu. Jadi yang bisa dia lakukan hanyalah menunduk dan berkata, “Mana penangkalnya? Cepat berikan padaku.” Suaranya rendah dan berat, mengandung kegundahan.
Jing tersenyum, dan berjalan lalu berdiri di depan Lu Cang. Mata keduanya, yang tingginya hampir sama, segera bertatapan ketika Jing berhenti di depannya. Ditatap oleh mata yang kecantikannya tidak pernah Lu Cang temukan di seluruh alam semesta manapun, membuat dadanya berdetak tidak karuan. Lu Cang buru-buru memaksa dirinya sendiri untuk menahan detak jantungnya sendiri.
 “Kau ingin agar aku memberikannya disini?” Ada nada menggoda di suaranya. Mendekat sehingga mereka bersentuhan satu sama lain, Jing meletakkan tangannya mengelilingi pinggang Lu Cang, sementara tangan yang lainnya turun ke pantat Lu Cang dan meremasnya.
Tiba-tiba teringat tentang bagaimana pil yang diberikan Jing masuk ke tubuhnya, Lu Cang tidak bisa menahan pipinya untuk memerah. Tapi Lu Cang, yang begitu mencintai reputasinya, tetap memaksa dirinya sendiri untuk tidak gentar. “Ka-kalau begitu, apa kau punya tempat?”
Merasakan kepanikan Lu Cang, Jing tertawa. Tapi melihat amarah dan benci yang terlukis di alis indah Lu Cang, Jing buru-buru menghentikan tawanya. “Ikut denganku,” katanya. Dan tanpa perlu mendengar jawaban Lu Cang, Jing mengeluarkan jurus meringankan tubuhnya([18]) dan melesat menuju wilayah utara di kota ini.
Lu Cang buru-buru mengikutinya, mengeluarkan jurus langkah kakinya untuk menyusul. Alasan yang membuatnya dipanggil “Sang Elang” tentu saja karena jurus meringankan tubuhnya yang luar biasa. Sekarang, saat dia diberi kesempatan untuk menunjukkan kehebatan jurusnya itu, tidak mungkin dia menyia-nyiakannya. Jadi dia mulai “terbang” seolah-olah itu untuk hidupnya.
Tapi sekali lagi, kenyataan kembali mengecewakannya. Lu Cang sudah mengeluarkan seluruh kekuatannya, tapi Jing tetap tiga langkah didepannya, melesat tanpa tanda-tanda akan tersusul olehnya.
Apa dia benar-benar lebih baik dariku dalam segala hal? Riak kesedihan mulai menelusup ke hatinya. Dia tanpa sadar menggenggam pisau belati di balik lengan bajunya, seolah meminta kekuatan darinya.
Jing pada akhirnya memperlambat lajunya dan berhenti di sebuah rumah penduduk yang kecil. Sebuah rumah dengan empat sudut halaman([19]), tapi halamannya di tata sedemikian rupa sehingga memiliki keanggunan yang elegan. Cahaya yang terang berpendar di belakang kertas sutra jendela([20]), membuat rumah itu terlihat mencolok di keheningan malam yang kosong.
Mengikuti Jing untuk masuk ke dalam, hal pertama yang Lu Cang lihat adalah tempat tidur… tempat tidur yang lebih lebar dari ukuran normal, dengan kasur berwarna merah yang diselimuti seprai satin putih, dihiasi dengan sulaman ratusan kelopak bunga yang megah. Merah dan putih bersatu, membuatnya begitu menakjubkan terutama di sinar yang berkilauan.
Lu Cang mundur beberapa langkah. Dia tidak nyaman berada di satu ruangan yang sama dengan laki-laki ini kalau tempat tidur ada tepat di depan matanya.
 “Bisa berikan penangkalnya sekarang?” Lu Cang tidak menyadarinya, tapi nadanya mulai melemah dan kehilangan kekuatan.
Sekali lagi, Jing berkata, setelah menyunggingkan senyum yang setengah mati Lu Cang benci. “Buka bajumu dan berbaringlah di tempat tidur, akan kuberikan penangkalnya.”

*Mimin Miaw: #BukaBajuDanLangsungBaringDenganPasrah
*Lu Cang: Bukan lu kali Nyet...

 (Bersambung di postingan selanjutnya….)



Penjelasan ^_^

[1] Musik, Cantur, Kaligrafi, dan Lukisan (琴棋书画)- ini adalah elemen mendasar bagi pelajaran seni di Cina kuno. Kalau kalian menguasai empat elemen ini, maka kalian termasuk hebat. Musik biasanya merujuk ke alat semacam kecapi, kaligrafi… ya kaligrafi. Kalau lukisan, ini lukisan model Cina. Intinya sih, memang agak gak guna di kehidupan (kecuali kalau kamu penghibur, kamu bakal dapat uang…). Jadi ini cuma sebagai “Hobi yang Bagus” yang dinikmati oleh segenap orang di waktu luangnya.
[2] Keahlian Seni ukir (金石学)- keahlian Cina kuno yang terdri dari mengenali dan menganalisis segala jenis ukiran dalam medium yang berbeda, termasuk ukiran batu dan tembaga.
[3] Seorang murid书童 (Shu Tong)- disini diartikan sebagai orang yang sedang belajar sesuatu. Mereka bukan pembantu, cuma tidak begitu dihormati seperti murid sungguhan yang belajar di sekolah resmi.
[4] Ahli strategi / Penasihat (军师)- di Cina, umumnya adalah jabatan di pemerintahan (atau jabatan dalam pasukan yang sedang membelot) jadi translator cina-inggrisnya agak bingung kenapa penulis novelnya menggunakan kata ini untuk sekelompok bandit. Tapi arti harfiahnya sih “Penasihat perang”
[5] Guru/Tuan (先生)- disini, harusnya sih “Guru” walaupun kata untuk “Tuan” dan “Guru” itu sama. Di Cina kuno, 先生adalah kata netral yang dipakai untuk memanggil guru, sedangkan dijaman sekarang 先生berarti “tuan”.
[6] Cara Bai Xu berbicara—di Cina kuno, perbedaan antara orang yang terpelajar dan tidak benar-benar mencolok. Bai Xu, adalah tipe-tipe kaum terpelajar cina yang berbicara dengan sangat sopan, baik budi, dan berpakaian dengan pantas. Sementara itu, Lu Cang tidak berperilaku begitu sama sekali, ngomong ceplas-ceplos dan langsung ke poinnya. Lucunya, Jing sendiri nggak pernah sekalipun berbicara seperti orang terpelajar di seluruh bukunya (tapi lain soal kalau dia lagi ngomongin politik dan semacamnya), soalnya dia tipe orang yang kurang peduli sama omongannya.
[7] Tamu—sudah umum untuk memanggil tamu dengan sebutan “tamu” kalau nggak kenal begitu dalam dengan tamu tersebut (di Cina kuno). Memang kedengarannya agak aneh.
[8] Rumah Cina—di Cina kuno, rumah dibangun di sebuah “lapangan” bukannya langsung dibangun jadi satu bangunan. Jadi ada beberapa rumah yang masing-masing punya beberapa ruangan, dan dipisahkan oleh halaman. Lorongnya berada di luar, beratap (kayak gazebo besar), dan punya bagian-bagian berbeda dalam satu rumah. Contoh ada kamar utama dan ada bagian kusus pembantu-pembantu. Pokoknya halaman besar ada rumah-rumah kecil lagi yang terpisah sama kebun-kebun lagi.
[9] Kebiasaan untuk memotong lengan baju- “Memotong lengan baju” adalah ungkapan untuk orang-orang yang gay. Ungkapannya berasal dari kejadian yang terjadi pada Kaisar Han Aidi. Kaisar Ha Aidi punya kekasih cowok, namanya Dong Xian, yang paling dia sayang. Ceritanya, suatu hari, Han Aidi bangun dan mendapati Dong Xian lagi tidur disebelahnya, lengan sang kaisar dijadikan bantal. Han Aidi gak tega buat bangunin pacarnya itu, dan memilih memotong lengan bajunya sendiri. Jadi, “kebiasaan memotong lengan” jadi ungkapan implisit buat hubungan-hubungan homoseksual. Tapi ungkapan ini cuma diketahui sama orang-orang yang suka baca, jadi orang umum kadang nggak tahu maksudnya.
[10] Membaca karakter- Nggak, Lu Cang bukannya buta huruf. Tapi kaligrafi cina emang sangat rumit, terdiri dari gaya menulis yang banyak, yang selalu diciptakan di setiap era. Bayangkan saja, benar-benar sulit untuk membaca kaligrafi yang berseni kecuali kalau kamu sudah terlatih (dan biasanya segel dipahat dengan cita rasa seni yang tinggi)
[11] 小篆(Xiaozhuan)-tipe kaligrafi yang digunakan oleh Qin Shi Huangdi  (秦始皇) untuk membakukan bahasa cina (221BC). Lumayan kuno dan berbelit (silahkan google untuk tahu lebih banyak)
[12] (xi)–Biasanya merujuk pada segel kerajaan, BENAR-BENAR besar dan berat (pake batu permata yang besar, serius… kata Asiaisaru-san, translator aslinya) yang digunakan kaisar untuk menandatangan petisi dsb. Tapi pokoknya, semua segel yang digunakan kerajaan juga dinamakan “xi” termasuk versi kecilnya.
[13] Nama terlarang—nama panggilan kaisar juga dikenal dengan “nama terlarang” soalnya kalo manggil kaisar pake namanya, sudah dianggap illegal dan termasuk kejahatan. Cuma ibunya yang bisa manggil dengan nama kecil (Ayahnya nggak mungkin, soalnya kan kaisar yang sebelumnya udah meninggal). Contohnya kaisar Qing yang bernama Qianlong, orang lain harus memanggilnya “kaisar” atau yang mulia, kecuali kalau dia diijinkan oleh sang kaisar sendiri)
[14] Jianghu江湖–harfiahnya, “danau sungai” dan sinonim dengan wulin. Merujuk pada :dunia” kungfu dan komunitas pendekar di cina kuno. Lihat catatan di chapter 1 untuk tau lebih dalam mengenai Wulin.
 [15] Cang’an—Ibu kota cina dahulu kala. Ibu kota Cina berada di Chang’an sampai kaum Mongol, di dinasti Yuan, memindahkannya  ke Dadu, atau Beijing kalo sekarang. Chang’an (sekarang Xi’an, yup, yang banyak kuburan kaisarnya) dulunya adalah Ibukota cina.
[16] Jembatan Yue Long (月龙桥)– Yue = Bulan. Long = Naga. Cukup!
[17] Di dalam lengan bajunya- orang cina kuno biasanya menyimpan sesuatu di lengan bajunya… iya serius. Kayak uang dan makanan (kamu bisa bungkus kacang di semacam kain lap dan simpan di lengan baju) dan obat-obatan, segel kecil… mereka menyimpan hal-hal yang lebih penting di baju depan dada. Siapa yang butuh kantong kalo kamu punya lengan baju, ya kan? XD
[18] Kungfu Udara—arti harfiahnya “Jurus Meringankan Tubuh”, adalah salah satu elemen penting di kungfu cina (ini beneran, bukan cuma dalam cerita). Kungfu udara mengedepankan kecepatan dan ketangkasan, dan nggak perlu dasar Qi yang dalam. Bisa membuat seseorang melompat jauh kedepan dengan pijakan yang gak seberapa besar. Makin baik kungfu udaramu, makin jauh dan tinggi kamu bisa melompat, larimu juga akan semakin cepat dan keseimbanganmu makin bagus. Intinya, kalo kamu jadi ahli kungfu udara, kamu bisa melompat kesana kemari seakan terbang. Contohnya, kamu bisa lari di air, jalan diatas beling, dsb. Kungfu udara nggak dimiliki oleh komunitas kungfu tertentu (kayak Wudang atau Shaolin), tapi dasar yang esensial yang dimiliki oleh semua cabang kungfu.
[19] Empat sudut halaman- kalau kalian tahu sedikit soal arsitektur rumah cina, biasanya, rumah di cina kuno umumnya memiliki empat sudut halaman, yang benar-benar terdiri dari halaman dikelilingi oleh rumah di empat sisi.
[20] Kertas Jendela - Orang cina menemukan banyak hal… tapi mereka gagal menemukan kaca, jadinya ya… orang cina jaman dahulu pakai kertas buat menutupi jendela.

Credit:
Author: Xin Bao Er
Cover Scan: Greenleaf1309@LJ
Chinese-English Translator: Asiaisaru
English-Indo Translator: Kiriohisagi
Proofreader: Luxiufer 

Hahahahahahahahahahahahahaha.. Piye? Tambah seru tho? Tambah penasaran ama kelanjutannya tho? Part 2 sudah dalam proses editing ^_^ but Nonononononono... You guys will not be able to get it that easy... You have to give a lot of comments, and tell me how much you love this story... Mimin tunggu komen kalian... Love you all..

By: Miaw





Comments